Kemenko Ekonomi Khawatir Lockdown Jakarta Ganggu Distribusi Pangan

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/ama.
Ilustrasi, warga beraktivitas di stasiun MRT Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (16/3/2020).
Penulis: Rizky Alika
17/3/2020, 19.02 WIB

Beberapa negara, termasuk Malaysia menerapkan penutupan wilayah atau lockdown untuk mengatasi penyebaran virus corona. Namun, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menilai, lockdown Jakarta bisa berdampak terhadap distribusi pangan.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pasokan pangan di Jakarta sebagian besar berasal dari luar provinsi. “Sehingga harus dipertimbangkan kebijakan lockdown," kata dia di kantornya, Jakarta, Selasa (17/3).

Selain itu, menurutnya pemerintah perlu mempertimbangkan karakteristik masyarakat Jakarta dan ketergantungan bahan pokok sebelum memutuskan lockdown. (Baca: Temui Anies, Mendagri Ingatkan Lockdown Mutlak Kewenangan Pusat)

Karena itu, hal utama yang perlu dilakukan dalam meminimalkan penyebaran pandemi corona yakni memperkuat kerja sama pemerintah pusat dan daerah. "Sudah ada Gugus Tugas Covid-10 yang menganalisis semuanya," ujar dia.

Meski begitu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan mengikuti kebijakan yang diambil pemerintah. (Baca: Anies Baswedan: Infeksi Corona Bukan Aib, Lapor Bila Rasakan Gejala)

Susi pun memastikan pasokan 11 komoditas bahan pokok seperti beras, jagung, daging sapi/kerbau, gula dan bawang putih mencukupi. Selain itu, kementerian telah meminta Menteri Perdagangan untuk menerbitkan perizinan impor, yang kini tengah diproses.

Pada hari ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pun menemui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk membahas masalah penanganan virus corona. Pada kesempatan itu, Tito menyingung tentang kebijakan lockdown sebagai kewenangan pemerintah pusat. 

Oleh sebab itu, pemerintah daerah atau provinsi tidak boleh mengambil langkah sendiri-sendiri. "Sesuai dengan Undang-undang pembatasan wilayah menjadi kewenangan absolut pemerintah pusat dalam hal ini adalah presiden," kata Tito kepada pers di Balai Kota, Jakarta, Selasa (17/3).

Tito menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, sebelum memutuskan melakukan lockdown ada 7 aspek yang harus diperhatikan, seperti efektivitas, tingkat epidemi, sampai pertimbangan sosial, budaya, ekonomi dan keamanan.

(Baca: Soroti Pemda dalam Tangani Corona, Jokowi: Jangan Perburuk Keadaan)

Hal itu sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa kebijakan lockdown tak boleh diambil pemerintah daerah. “Lockdown baik di tingkat nasional maupun daerah merupaan kebijakan pemerintah pusat,” kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, kemarin (16/3).

Jokowi menyatakan pemerintah pusat masih belum mau menggunakan kebijakan tersebut dalam menangani penyebaran virus covid-19. “Sampai saat ini tidak ada kita berpikiran ke arah kebijakan lockdown,” kata dia.

Anies Baswedan pun menegaskan setiap upaya yang dilakukan Pemprov DKI akan selalu dikomunikasikan dengan Kemendagri. Komunikasi dengan pemerintah pusat juga akan dilakukan secara intensif agar pandemi corona tak semakin meluas.

"Kami selalu komunikasi rutin untuk memastikan langkah yang dilakukan dalam mengendalikan Covid-19 dijalankan dengan baik," kata Anies. (Baca: Jokowi: Pemerintah Pusat yang Putuskan soal Kebijakan Lockdown)

Reporter: Rizky Alika