Pengusaha mengkhawatirkan produktivitas industri akan terganggu dengan kebijakan tambahan cuti bersama selama empat hari. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Industri, Johnny Darmawan mengatakan, produktivitas akan bergantung pada jumlah hari kerja.
"Kebijakan itu akan mengurangi hari kerja sehingga mengurangi produktivitas. Hasil produksi kan dihitung per hari," kata Johnny kepada katadata.co.id, Senin (9/3).
Pemerintah menerapkan kebijakan penambahan cuti bersama selama empat hari terutama bagi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Bagi sektor swasta, penerapan cuti bersama tersebut bersifat kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.
(Baca: Cuti Bersama 2020 Bertambah 4 Hari, Total Libur & Cuti Jadi 24 Hari)
Meski begitu, Johnny menilai serikat pekerja umumnya akan mengacu pada aturan yang ditetapkan pemerintah. Apalagi pemerintah tak jelas memberikan keterangan bahwa cuti bersama tersebut berlaku hanya kepada ASN. "Serikat pekerja pasti menganggap mereka berhak mendapatkan cuti tambahan dan libur. Bila libur dan bekerja ya harus bayar upah lembur," ujar dia.
Sedangkan Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengatakan penambahan cuti ini terlalu mendadak dan dapat mengganggu rencana kerja swasta. Selain itu, Shinta menilai akan ada produktivitas yang dikorbankan, sementara beban biaya tenaga kerja terus berjalan sebagai fixed cost bagi perusahaan.
Namun ia menyadari panjangnya cuti ini diberikan guna mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi. “Ini belum termasuk gangguan target perusahaan yang bisa terganggu karena tambahan cuti yang tak terhitung sebelumnya,” kata Shinta.
Dewan Penasihat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan keputusan tersebut menjadi kemunduran bagi peningkatan daya saing industri. "Ini sama saja dengan mengibarakan bendera putih di tengah persaingan global," kata dia.
Ia pun menilai, jumlah libur nasional semestinya dibandingkan dengan negara pesaing, seperti Tiongkok, Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Dengan demikian, daya saing Indonesia dapat meningkat dibandingkan dengan negara lainnya.
(Baca: Menaker Yakin Tambahan Hari Libur Tak Ganggu Kinerja Perusahaan)
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah yakin kebijakan tersebut tidak akan mengganggu kinerja dunia usaha. Ia mengatakan tambahan libur telah didiskusikan dengan Kadin Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Ida juga menilai penambahan cuti bersama akan meningkatkan produktivitas lantaran semangat pekerja akan meningkat seiring libur yang lebih panjang. “Pilihan cuti bersama itu dengan konsep tidak mengganggu produktivitas,” kata dia di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (9/3).
Dia berharap cuti bersama dapat digunakan masyarakat untuk berpariwisata dan mendorong ekonomi dari sektor pariwisata. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu juga menilai, realisasi pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,17% lebih besar dibandingkan 2019 yang sebesar 5,02%.
Penyebabnya, hari libur pada 2018 lebih panjang sehari dibandingkan tahun lalu. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk menambah cuti bersama pada tahun ini.
Sebagaimana diketahui, cuti bersama yang bertambah yakni saat perayaan Idul Fitri pada 28 dan 29 Mei. Selain itu, cuti bersama sehari setelah libur Tahun Baru Islam yakni pada Jumat, 21 Agustus serta cuti bersama sehari setelah libur Maulid Nabi SAW yakni pada Jumat, 30 Oktober.
(Baca: Lima Aturan Kontroversial dalam Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja)