Harga Gula Naik & Stok Menipis di Pasar, Pemerintah Didesak Buka Impor

Katadata/Arief Kamaludin
Gula kristal konsumsi. Harga gula di pasar melonjak di atas ketentuan harga eceran tertinggi akibat kelangkaan dan permintaan yang tinggi menjelang ramadan.
Editor: Ekarina
4/3/2020, 16.08 WIB

Asosiasi Gula Indonesia (AGI) mendesak pemerintah segera membuka keran impor Gula Kristal Putih (GKP). Pasalnya, saat ini telah terjadi kelangkaan pasokan sehingga menyebabkan harga gula konsumsi di pasar terus melambung.

Tenaga Ahli AGI Yadi Yusriyadi mengatakan, tingginya harga gula disebabkan jumlah pasokannya yang menipis akibat permintaan masyarakat yang tinggi. Terlebih menjelang ramadan seperti sekarang ini. 

"Harga gula yang sekarang naik itu memang stoknya menipis, oleh karena itu sesuai dengan hukum ekonomi supply sedikit dan permintaan banyak otomatis harga naik," kata Yadi kepada katadata.co.id, Rabu (4/3).

(Baca: Harga Pangan Naik, Jokowi Ingatkan Kemendag Jaga Suplai Jelang Ramadan)

Dia pun menepis kemungkinan terjadinya penimbunan barang sehingga menyebabkan harga gula di pasaran melonjak di atas ketentuan harga eceran tertinggi (HET) pemerintah sebesar Rp 12.500 per kilogram (kg). 

Dia pun mengimbau distributor yang memiliki stok di gudang untuk mengeluarkannya, karena harga gula di pasar telah mencapai Rp 15 ribu per kg. Dengan demikian, harga jual di tingkat pengecer kini bisa kembali di kisaran Rp 13 ribu. Apalagi harga beli yang mereka dapat dari petani sekitar Rp 10.500 per kg, sehingga masih ada keuntungan yang didapat.

Selain itu, dia juga mendesak pemerintah untuk segera membuka keran impor sebagai solusi jangka pendek untuk menambah pasokan. Jenis gula yang disarankan pun merupakan gula kristal putih (GKP) dan bukan jenis mentah (raw sugar), agar tak memerlukan proses pengolahan panjang di tengah permintaan yang terus meningkat. 

Yadi mengungkapkan, tingkat kebutuhan gula saat ini mulai naik seiring dengan dekatnya bulan ramadhan dan Idul Fitri. Asosiasi mencatat, tingat kebutuhan atau konsumsi gula dalam negeri saat ini sekitar 240 - 250 ribu ton per bulan atau  sekitar 2,8 - 3 juta ton per tahun. Angka ini bakal terus meningkat menjelang ramadan dan Hari Raya.

(Baca: Kemendag Terbitkan Izin Impor Gula Sebanyak 3 Juta Ton)

Sejumlah pedagang mulai mengeluh mengenai kelangkaan pasokan gula. Hal tersebut kemudian menyebabkan mereka akhirnya menaikkan harga jual kepada konsumen. 

Berdasarkan pantauan katadata.co.id di Pasar Jambul, Cililitan, Jakarta Timur, harga gula pasir telah mengalami kenaikan menjadi Rp 15 ribu. Kondisi tersebut telah berlangsung selama sepekan terakhir.

Kenaikan harga ini juga diikuti dengan kenaikan harga beberapa komoditas pangan lain seperti beras, telur ayam dan minyak goreng.

Salah satu pedagang yang kami temui yakni, Karti (47) mengatakan, setiap pedagang sembako di kawasan itu mendapatkan jatah gula pasir untuk dijual maksimal hanya satu dus gula dengan berat sekitar 25 kilogram.

"Tapi untuk konsumen tidak saya batasi mau belinya berapa," kata dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh pedagang sembako lainnya, Gusoy (32). Pembatasan stok gula telah ia rasakan selama seminggu  terakir, sehingga tak jarang dirinya kerap kehabisan persediaan.

Sementara, Rita (30) pemilik toko kelontong di Tangerang Selatan mengaku ikut merasakan kenaikan harga gula di tingkat agen distributor. Jika dia biasanya membeli satu karung gula berbobot 50 kg dengan harga sekitar Rp 308 ribu, saat ini harganya  naik menjadi sekitar Rp 600 ribu.

"Jadi harga jual ke pembeli mau tak mau juga saya naikkan dari awalnya Rp 13 ribu, lalu ke Rp 15 ribu lalu sekarang Rp 17 ribu per kilogram," katanya.

Tak hanya di pedagang di pasar tradisional dan toko kelontong, retail modern juga merasakan hal sama. Namun bedanya, toko ini masih menjual gula pasir sesuai HET  pemerintah sebear Rp 12,500 per kilo gram.

"Tidak ada kenaikan harga gula pasir, tapi konsumen belinya dibatasi maksimal satu orang satu plastik (1 kg). Sepertinya di semua toko seperti itu karena stoknya di gudang tinggal sedikit," kata Rian salah satu karyawan Alfamart di kawasan Cililitan, Jakarta Timur.

Izin Impor

Kementerian Perdagangan sebelumnya menyatakan telah menerbitkan Surat Persetujuan Impor (SPI) gula kristal rafinasi (GKR) untuk periode 2020. Kebijakan impor gula ini dilakukan untuk mengatasi menipisnya pasokan, sebagaimana yang sebelumnya dikeluhkan oleh industri makanan dan minuman.

"(Izin impor) Rafinasi sudah keluar. Sudah keluar semua," kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (19/2).

(Baca: Harga Gula Terus Naik, Pemerintah Buka Keran Impor Pekan Ini)

Menurutnya, izin impor gula rafinasi yang dikeluarkan pemerintah sepanjang tahun ini sebanyak 3 juta ton. Adapun, pemerintah sudah mengeluarkan izin impor sebesar 1,5 juta ton pada semester pertama 2020.

"Tahun ini sudah keluar sampai enam bulan ke depan separuhnya," kata Agus.

Kelangkaan gula sebelumnya telah diprediksi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi). Menurut pengusaha, pasokan gula dan garam industri diperkirakan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi hingga Februari 2020.

Kebutuhan gula dan garam diperkirakan meningkat terlebih menjelang ramadan. Oleh karena itu, pengusaha mendesak pemerintah segera mengelurakan kuota impor gula dan garam untuk menjaga kelancaran produksi sektor industri.

Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gapmmi Rachmat Hidayat menjelaskan kondisi sangat mengkhawatirkan. "Kalau kondisinya tak berubah akan menganggu produksi karena gula dan garam merupakan bahan baku utama," kata dia kepada katadata.co.id, Rabu (22/1).

Oleh karena itu, Gapmmi mendesak pemerintah segera mengeluarkan kuota impor agar tak mempengaruhi produksi. "Kami minta bahan baku industri olahan segera diberi kejalasan agar tak menganggu produksi," kata dia.

Indonesia tercatat sebagai negara importir gula terbesar di dunia. Berdasarkan data yang dirilis Statista impor gula Indonesia mencapai 4,45 juta ton untuk periode 2017/2018.

Angka tersebut mengalahkan Tiongkok maupun Amerika Serikat (AS) masing-masing mencapai 4,2 juta ton dan 3,11 juta ton sebagaimana yang digambarkan dalam databoks berikut. 

Reporter: Tri Kurnia Yunianto