Kadin Sebut Brexit Berdampak terhadap Perdagangan Indonesia ke Inggris
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) memperkirakan keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau dikenal dengan Brexit akan menimbulkan dampak terhadap perdagangan Indonesia ke negeri Ratu Elizabeth itu. Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin Shinta W. Kamdani menjelaskan dalam 11 bulan ke depan dipastikan ada perubahan prosedur dan persyaratan perdagangan.
Namun, dia memperkirakan hal tersebut bakal berlangsung secara bertahap. "Kami menunggu apakah ada prioritas khusus dari Inggris kepada produk ekspor asal Indonesia seperti yang kita dapatkan dari Uni Eropa," kata Shinta saat dihubungi Katadata.co.id, Jumat (31/1).
Menurut dia, Kadin tengah mempelajari dampak dari Brexit kepada investasi dan peralihan arus ekspor dan impor. Kendati demikian, komoditas ekspor maupun impor dari dan ke Inggris diperkirakan tetap.
Adapun produk-produk yang banyak diimpor Indonesia dari Inggris yakni mesin, besi baja, alumunium, dan kendaraan. Sedangkan Inggris mengimpor bahan baku atau raw materials seperti kayu, karet dan CPO.
"Dampak ke investasi atau peralihan arus ekspor masih belum pasti karena kami harus lihat dulu rezim di Inggris dan pengaturan ekonomi antara Uni Eropa dan Inggris akan seperti apa karena ini akan mempengaruhi strategi ekspor," kata dia.
(Baca: Kemenkeu Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2020 Kembali Meleset dari Target)
Adapun keputusan keluarnya Inggris dari Uni Eropa akan resmi berlaku pada Jumat (31/1) pada pukul 23.00 waktu GMT. Keputusan ini ditentukan setelah pembicaraan yang cukup alot. Setelah resmi keluar, bendera Inggris akan diturunkan dari kantor Uni Eropa dan hal yang sama juga akan diterapkan oleh Inggris.
Sebelumnya, pembahasan Brexit menjadi berlarut-larut usai referendum Inggris pada 2016. Hasil jajak pendapat sebenarnya memenangkan kubu yang ingin Inggris hengkang dari Uni Eropa dengan persentase 51,8 persen melawan 48,1 persen yang ingin Inggris tetap bersama Benua Biru tersebut.
Perundingan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa yang begitu alot telah memakan korban. Perdana Menteri Theresa May terpaksa mundur usai proposal teranyar Brexit yang ia tawarkan ditolak Parlemen Inggris. Ini kali keempat proposal serupa ditampik parlemen.
Selain itu, dukungan dari Partai Konservatif, tempatnya bernaung, mulai menipis. Andrea Leadsom menyatakan mundur dari posisi pertama di Dewan Pimpinan Rakyat Inggris. May menyerah setelah diminta melepaskan jabatannya oleh Eksekutif Komite Partai Konservatif.
Dalam pidatonya, May, perdana menteri wanita kedua setelah Margaret Thatcher, mengaku sangat menyesal tak dapat menyelesaikan kesepakatan Brexit. Hal tersulit adalah meyakinkan anggota parlemen untuk menyetujui kesepakatan yang diajukan pemerintah.
(Baca: FDI Global Turun pada 2019 akibat Kondisi Hong Kong dan Inggris)