Panel Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) memenangkan gugatan Indonesia terkait pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) yang dilakukan Australia atas produk kertas foto copy A4 (copy paper) asal Indonesia (DS529). Sengketa ini telah berlangsung sejak 1 September 2017.
Keputusan pemenangan gugatan itu tertuang dalam laporan akhir sengketa pengenaan BMAD untuk produk A4 Copy Paper Indonesia yang diterbitkan WTO kemarin, Rabu (4/12).
WTO menyatakan kebijakan Australia mengenakan BMAD terhadap produk kertas asal Indonesia tersebut melanggar Pasal 2.2 dan 2.2.1.1 perjanjian anti-dumping WTO.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, kemenangan Indonesia atas sengketa ini dianggap penting, guna menghindari dampak sistemik terhadap tuduhan dumping dari negara lain. "Diharapkan putusan dan rekomendasi Panel ini dapat meminimalisasi tuduhan serupa ke depannya,” kata Agus dalam keterangan resmi, Kamis (5/12).
(Baca: Pemerintah Mulai Selidiki Anti-Dumping Baja Lapis Tiongkok-Vietnam )
Beberapa ketentuan dalam perjanjian anti-dumping WTO yang terbukti dilanggar Australia di antaranya adalah pasal 2.2. Ketentuan anti-dumping WTO karena telah mengkonstruksi nilai normal produsen kertas foto kopi A4 Indonesia tanpa terlebih dahulu menguji apakah harga penjualan domestik dapatdibandingkan secara layak dengan harga penjualan ekspor.
Kemudian Pasal 2.2.1.1 ketentuan anti-dumping WTO karena Australia menolak memakai data pembukuan aktual produsen walaupun data dimaksud sudah memenuhi persyaratan GAAP (Generally Accepted Accounting Principles) dan secara masuk akal telah merefleksikan biaya sehubungan dengan produksi.
Selanjutnya, pada kalimat pertama Pasal 2.2 ketentuan anti-dumping WTO karena Australia (a) tidak mempunyai dasar untuk menggunakan harga ekspor pulp dari Brazil dan Amerika Selatan ke RRT dan Korea. Lalu pada poin (b) karena Australia tidak mengeluarkan profit dari acuan harga pulp yang digunakan.
Sedangkan, terkait gugatan Pemerintah Indonesia terhadap temuan Particular Market Situation (PMS) di industri kertas Indonesia oleh Otoritas Australia, Panel memutuskan temuan tersebut belum dapat dibuktikan melanggar Pasal 2.2 Perjanjian Anti-Dumping WTO.
Namun, terlepas ada atau tidaknya PMS, Panel memutuskan otoritas penyelidikan tetap harus melakukan “proper comparison” antara harga domestik dan harga ekspor dalam menentukan nilai normal sebagaimana dipersyaratkan Pasal 2.2 Perjanjian Anti-Dumping.
(Baca: Indonesia Bisa Balas Laporkan Uni Eropa Atas Tuduhan Dumping)
Berdasarkan keputusan tersebut, Panel pun merekomendasikan Australia untuk melakukan tindakan korektif dengan melakukan penyesuaian perhitungan besaran margin dumping yang ditetapkan terhadap produk kertas foto copy A4 Indonesia sejak 20 April 2017.
Atas laporan akhir ini, Mendag Agus mengungkapkan kedua negara sepakat juga untuk tidak melakukan banding ke Badan Banding (Appellate Body) WTO.
“Indonesia bersama Australia kemudian akan memastikan tahapan selanjutnya, yaitu mengimplementasikan rekomendasi Panel oleh Australia dalam kurun waktu yang akan disepakati bersama,” ungkap Agus Suparmanto.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana juga menegaskan dengan keputusan WTO ini diharapkan akan mengangkat kembali kinerja ekspor kertas Indonesia ke Australia.
Pasalnya, nilai ekspor kertas Indonesia menurun dari AU$ 34 juta pada 2016 menjadi AU$ 12 juta pada 2018 akibat pengenaan BMAD oleh Negeri Kanguru sebesar 12,6% hingga 38,6%.
Ke depan, Kementerian Perdagangan akan terus menyelesaikan berbagai hambatan perdagangan atas ekspor Indonesia di luar negeri.