Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta memperkirakan target pertumbuhan penjualan yang sebesar 10% tahun ini tak akan tercapai. Hal ini seiring masuknya banyak produk dari Tiongkok.
"Tak bisa melampaui 10%, tapi mudah-mudahan bisa 8-9%," kata dia di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (12/11).
Ia menjelaskan, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok berdampak pada banjir produk Tiongkok ke Indonesia. Penyebabnya, Tiongkok mengalihkan produknya untuk pasar AS ke pasar lain, termasuk Indonesia.
(Baca: Survei BI: Penjualan Retail Melambat, Sandang Paling Lesu)
Penjualan yang biasanya menggeliat pada dua bulan terakhir tahun ini diperkirakan tidak akan mampu membuat target penjualan tercapai. Pada bulan-bulan tersebut, penjualan diprediksi tumbuh berkisar 10-15% secara tahunan. Sedangkan khusus ritel pakaian diperkirakan tumbuh hingga 20% secara tahunan.
Berdasarkan sektornya, ia memperkirakan pertumbuhan industri minimarket akan membaik pada tahun ini. Sedangkan, pertumbuhan industi pakaian dan department store diperkirakan melambat lantaran adanya disrupsi belanja online.
Ke depan, ia melihat faktor eksternal masih akan menjadi tantangan bagi industri ritel Tanah Air. Sebab, belum ada kepastian kesepakatan dagang AS dan Tiongkok.
(Baca: Semen Indonesia Minta Pemerintah Cabut Aturan yang Permudah Impor)
Namun, ia melihat peluang industri ritel akan terus tumbuh dengan perubahan-perubahan konsep. "Contohnya Transmart mengubah format supermarket dengan tambahan mainan, itu agar orang terus berdatangan," ujar dia.
Ia pun berharap ada percepatan pembangunan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan industri ritel. Sebab, ketersediaan infrastruktur akan membuat biaya distribusi logistik lebih murah.