PT Dirgantara Indonesia (PT DI) menerima pesanan pesawat tipe CN235-220 dari Militer Nepal senilai US$ 30 juta atau sekitar Rp 425 miliar. Satu unit pesawat tersebut telah dikirim dari Bandung ke Nepal dengan rute Bandung, Medan, Yangon (Myanmar), Dhaka (Bangladesh), lalu ke perhentian terakhir di Kathmandu (Nepal).
Ini bukan pertama kalinya Indonesia mengekspor pesawat angkut militer tipe CN235-200. Sebelumnya, PT DI memproduksi dan mengirimkan pesawat CN235 sebanyak 68 unit untuk kebutuhan militer di dalam negeri maupun luar negeri.
Saat ini populasi pesawat CN235 di dunia sebanyak 285 unit. Beberapa negara yang menggunakan pesawat ini antara lain Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, Korea Selatan, Pakistan, Uni Emirat Arab, Senegal, dan Nepal.
Seperti dilansir CNBC.com, pesawat CN235-220 merupakan pesawat dengan banyak fungsi (multirole). Pesawat ini bisa mengangkut 48 penumpang dan digunakan untuk beberapa misi, mulai dari pengintaian, patroli maritim, dan angkutan pasukan bersenjata.
Pesawat ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain quick change configurations yang dapat digunakan untuk kepentingan militer maupun sipil, pesawat pribadi, evakuasi medis, maupun angkutan kargo. Kokpitnya seluruhnya terbuat dari kaca. Pesawat ini juga memiliki bukaan pintu belakang (rear ramp door) yang lebar.
Beban maksimal saat pesawat tinggal landas mencapai 16.500 kg sedangkan berat beban yang dapat diangkut 5.200 kg. Pesawat ini memiliki kemampuan Short Take Off-Landing (STOL) 977 m, ketahanan selama ± 11 jam, dan teknologi multihop capability fuel tank yang memungkinkan pesawat tidak perlu mengisi ulang bahan bakar untuk melanjutkan penerbangan ke rute berikutnya.
(Baca: Dirgantara Indonesia Ekspor Pesawat Terbang Militer ke Nepal)
Pinjaman Modal dari LPEI
Kecanggihan pesawat CN235-220 membutuhkan modal produksi yang tidak sedikit. Direktur Utama PT DI, Elfien Goentoro, mengatakan modal produksi dan ekspor pesawat tersebut dibiayai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank dengan skema National Interest Account (NIA). Nilai pinjaman yang diberikan mencapai Rp 207 miliar.
Keberhasilan PT DI memenuhi pesanan pesawat dari Militer Nepal dapat meningkatkan minat negara lain terhadap produk pesawat terbang buatan Indonesia. Ekspor pesawat ini memiliki nilai strategis bagi PT DI karena kepuasan pelanggan luar negeri menjadi salah satu syarat utama dalam evaluasi pada tender-tender internasional.
"Dukungan yang diberikan LPEI kepada PT DI merupakan salah satu bentuk strategi untuk menunjukkan produk pesawat buatan Indonesia mampu bersaing di pasar Internasional," tegas Yadi J. Ruchandi, Senior Executive Vice President I LPEI, seperti dikutip Antara. LPEI juga mendukung PT DI untuk mengekspor produknya ke pasar di kawasan Afrika dan Asia Selatan.
(Baca: Ini Pesawat Karya BJ Habibie, Mr. Crack Dunia Penerbangan )
Digunakan untuk Patroli Maritim
Di Indonesia, pesawat CN235-220 ini digunakan sebagai pesawat patroli maritim (maritime patrol aircraft/MPA) oleh Skuadron 800 Wing Udara 2 Pusat Penerbangan TNI Angkatan Laut (Puspenerbal). Seperti dikutip dari angkasareview.com, tahun ini ada lima unit CN235-220 yang dipesan oleh Puspenerbal.
Keberadaan pesawat patroli maritim sangat dibutuhkan untuk menjaga wilayah laut Indonesia yang luas. Puspenerbal menyebut pesawat ini merupakan pesawat yang paling canggih dan merupakan generasi ketiga dari MPA.
Pesawat milik Penerbal ini dilengkapi dengan sistem navigasi infra merah yang disebut Star Safire 380HD Forward Looking Infra Red. Di dalam pesawat ini juga terdapat radar Ocean Eye yang dibuat oleh Raytheon dari Amerika Serikat (AS). Radar ini mampu mendeteksi objek yang berada di atas permukaan laut dari jarak 200 mil atau 322 km.
Ada juga perangkat untuk mengidentifikasi kapal teman atau lawan (Identification Friend or Foe/IFF). Para penerbang TNI AL menyebut pesawat ini "Sang Burung Camar" yang bertugas mengawasi dan menjaga lautan Indonesia dari udara.
(Baca: Jonan Sebut Habibie Sosok Inspiratif Perkembangan Teknologi Indonesia)
Reporter: Amelia Yesidora (Magang)