Memasuki kuartal akhir, pembahasan mengenai upah minimum kembali menghangat. Besaran kenaikan upah minimum 2020 sebenarnya telah dapat diprediksi menurut tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Namun, pengusaha mulai menyuarakan keberatan untuk menaikkan upah minimum tahun depan. "Akan sangat keberatan,” kata Wakil Ketua Apindo Shinta Widjaja Kamdani di Jakarta, Selasa (16/10).
Ia menyatakan, adanya ancaman resesi akan menghambat pertumbuhan dunia usaha tahun depan. Ia pun berharap serikat buruh dapat memaklumi kondisi ini. “Perusahaan yang punya masalah, dia harus bernegosiasi dengan pekerjanya," katanya.
(Baca: Cukai Rokok Naik Tahun Depan, Laba Bersih GGRM dan HMSP Diramal Anjlok)
Besaran upah minimum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 Tentang Pengupahan. Berdasarkan aturan tersebut, upah minimum tahun depan dihitung melalui formula upah minimum tahun berjalan ditambah dengan hasil perkalian antara upah minimum tahun berjalan dengan penjumlahan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Contohnya, pada tahun ini besaran upah minimum naik 8% dibandingkan tahun lalu. Angka itu diperoleh dari hasil penjumlahan pertumbuhan ekonomi tahun lalu di kisaran 5% dan inflasi 3%.
Lalu, bagaimana dengan tingkat kenaikan upah minimum 2020? Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri pun buka suara. Gambarannya, pertumbuhan ekonomi tahun ini diprediksi di kisaran 5%, dan inflasi tahunan saat ini berada di kisaran 3%. Maka sepertinya kenaikan UMP tahun depan akan berkisar 8%, sama dengan tahun ini.
“Angkanya tinggal kita lihat pertumbuhan dan inflasi saja,” ujar Hanif di kantor Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis (3/10) lalu.
(Baca: Faktor Penentu Inflasi)
Ia memastikan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 Tentang Pengupahan masih berlaku, meski ada dorongan perubahan dari kalangan buruh. "Kami berharap ada revisi. Kami lebih memilih penetapan upah sesuai dengan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan" kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.
Jika mengacu pada Undang-Undang tersebut, maka besaran upah minimum ditentukan berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL). KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam satu bulan.
Semula, KHL ditentukan melalui survei pasar setiap tahun. Namun, setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 Tentang Pengupahan, komponen KHL ditinjau tiap lima tahun.
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 13 tahun 2012 misalnya, ada 60 komponen KHL. Di antaranya, 11 item makanan dan minuman, 13 item sandang, 26 item perumahan, 2 item pendidikan, 5 item kesehatan, 1 item transportasi, serta 2 item untuk rekreasi dan tabungan.
Komponen kebutuhan hidup layak ini kemudian didiskusikan di dewan pengupahan daerah Kota/Kabupaten dengan melibatkan perwakilan pengusaha dan serikat buruh. Tak jarang, proses perundingan tripartit ini diwarnai dengan unjuk rasa dari pihak buruh.