Pengusaha makanan dan minuman meminta kewajiban minyak goreng kemasan diterapkan secara bertahap. Ketua Komite Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Doni Wibisono mengatakan penerapan aturan tersebut membutuhkan sosialisasi selama 1,5 tahun hingga 2,5 tahun.
"Seharusnya ada waktu bagi industri untuk melakukan penyesuaian," kata dia di Jakarta, Rabu (9/10).
Dony menjelaskan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) biasanya memberikan jeda waktu selama 2,5 tahun bila mengeluarkan kebijakan baru terhadap makanan dan minuman. Rentang waktu tersebut diperlukan untuk sosialisasi kepada pengusaha.
Ia pun menilai, kewajiban minyak goreng kemasan tidak bisa diterapkan pada Januari 2020. Pasalnya, aturan tersebut membutuhkan sosialisasi yang luas agar diketahui oleh pengusaha di seluruh Indonesia.
Bila aturan tersebut dipaksakan berlaku, Doni khawatir pedagang akan mengalami kerugian. Terlebih lagi, razia penggunaan minyak goreng curah berpotensi terjadi di pasar.
(Baca: Minyak Goreng Wajib Kemas Mulai 2020, Penjualan Jenis Curah Disetop)
Ia menilai kewajiban tersebut juga tak menjamin pengguna minyak goreng curah beralih ke minyak goreng kemasan. Hal ini lantaran minyak goreng kemasan belum terjangkau bagi sejumlah pihak. Oleh karena itu, ia meminta Kementerian Perdagangan untuk mempertimbangkan kelompok yang menggunakan minyak goreng curah.
"Lihat minyak goreng curah peruntukannya buat siapa. Kan yang beli bisa saja rumah tangga atau pengusaha UKM," ujar dia.
Di sisi lain, ia menilai kualitas minyak goreng curah serupa dengan minyak goreng kemasan. Perbedaannya, minyak goreng curah tidak dikemas serta belum berfortifikasi vitamin A.
Ia pun memperkirakan, produsen minyak curah ingin menerapkan fortifikasi pada produknya. "Namun produsen itu tidak tahu info untuk fortifikasi minyak goreng," ujar dia.
(Baca: Kemendag Batal Tarik Minyak Goreng Curah di Pasaran)
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan tidak akan menarik minyak goreng curah dari pasaran. Meski demikian, ia menghimbau masyarakat untuk menggunakan produk minyak goreng yang higienis serta terjamin kandungan gizinya.
"Tidak ditarik. Jadi, per 1 Januari 2020 harus ada minyak goreng kemasan di setiap warung, juga sampai di pelosok-pelosok desa,” ujar Enggar.
Dia mengimbau pelaku industri agar mengisi pasar dengan kemasan sederhana dan mematuhi harga eceran tertinggi (HET) Rp11.000 per liter.
Enggar juga berdalih, kebijakan sebelumnya bukan bertujuan untuk mematikan industri kecil dan menengah yang biasa menggunakan minyak goreng curah. Ia menghararga minyak goreng kemasan diharapkan mampu bersaing dengan minyak goreng curah dengan jenis kemasan yang beragam dan ekonomis, mulai yang berukuran 200 mili liter sampai 1 liter.