Perang Dagang Meluas ke UE, Menteri Enggar Khawatir Ekspor Terganggu

ANTARA FOTO/INDRIANTO EKO SUWARSO
Warga melihat aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Meluasnya perang dagang AS hingga ke Uni Eropa dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan ekonomi dunia sehingga berdampak terhadap nilai ekspor Indonesia.
Penulis: Rizky Alika
4/10/2019, 14.15 WIB

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan meluasnya perang dagang Amerika Serikat (AS) hingga ke Uni Eropa (UE) dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi kedua kawasan tersebut dan pada akhirnya berimbas terhadap pertumbuhan ekonomi dunia.

Enggar pun mengkhawatirkan perluasan perang dagang tersebut dapat berpengaruh pada ekspor Indonesia ke dua kawasan tersebut. Menurut dia, penurunan pertumbuhan global akan berdampak pada pembentukan titik keseimbangan baru bagi Indonesia karena adanya kenaikan tarif pada sejumlah produk yang berdampak pada daya beli.

"Jadi kalau ekonomi Eropa terganggu, daya beli mereka untuk membeli barang dari Indonesia akan terganggu," kata dia di Batu, Malang, Kamis (3/10) malam.

Ia menambahkan, ekonomi AS saat ini sudah mengalami penurunan yang terlihat dari Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur AS yang turun ke posisi terendahnya sejak krisis. PMI manufaktur AS September 2019 turun dari 49,1 ke 47,8, atau terendah sejak Juni 2009. Adapun angka PMI di bawah 50 menunjukkan adanya penurunan aktivitas di sektor tersebut.

(Baca: Ekonomi Global Diprediksi Makin Lesu, Bagaimana Nasib Indonesia?)

Sementara, AS juga berpotensi menghadapi kenaikan harga pada produk-produk di dalam negerinya sebagai dampak dari perang dagang yang tidak kunjung selesai.

Oleh karena itu, Enggar menegaskan bahwa ekspor Indonesia harus ditingkatkan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah ancaman perlambatan global. Apalagi, ekspor meenyumbang pertumbuhan ekonomi hingga 17,61% pada triwulan II 2019.

Bila ekspor turun, Enggar memperkirakan akan terjadi krisis finansial. Kementerian Perdagangan pun akan mengawasi kinerja ekspor selama triwulan terakhir tahun ini.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor pada triwulan II 2019 mengalami penurunan 8,95% secara tahunan. Meski begitu, Enggar menargetkan ekspor pada 2020 tidak akan mengalami penurunan meski belum memperkirakan ekspor akan tumbuh berapa persen.

(Baca: Ekspor 2020 Diproyeksi Membaik, Penerimaan Bea Keluar Dipatok Rp 2,6 T)

Di sisi lain, pemerintah juga akan mendorong investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) untuk menjaga pertumbuhan. Adapun, investasi memberikan andil terhadap pertumbuhan sebesar 31,25% pada triwulan II 2019.

Meski begitu, Enggar mengatakan bahwa FDI dapat dititingkatkan tahun depan jika pemerintah bersama-sama mendorong kemudahan aturan untuk berinvestasi. "Ini tidak boleh ada jeda, harus lari. Kalau tidak, efeknya akan menjadi mahal," ujar dia.

Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong konsumsi rumah tangga. Sebagaimana diketahui, konsumsi merupakan komponen utama dalam mendorong perekonomian. Pada triwulan II 2019, andilnya mencapai 55,7%.

Dilansir dari American Free Press (AFP), Kantor Perwakilan Perdagangan AS telah menyelesaikan kajian mengenai daftar barang asal UE yang dikenakan bea masuk. AS mengancam mengenakan tarif sebesar US$ 4 miliar untuk berbagai produk asal Benua Biru, seperti keju parmesan, daging babi, wiski, sosis, pasta, hingga zaitun.

(Baca: Kemendag Kejar Revisi 18 Aturan Sebelum Ada Kabinet Baru)

Reporter: Rizky Alika