KEIN Sebut Impor Pakaian Bekas Dapat Mematikan Industri Tekstil

ANTARA FOTO/Maulana Surya
Peserta beasiswa industri tekstil mengikuti praktek pelatihan di Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Senin (12/3/2018).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
12/9/2019, 08.15 WIB

Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menilai impor pakaian bekas dapat membunuh industri tekstil dalam negeri. Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta mengatakan, impor pakaian bekas memberi sejumlah dampak negatif bagi industri.

Menurutnya, impor pakaian bekas juga dapat mematikan IKM tekstil. Sebab, produk impor tersebut bisa dijual dengan harga yang serupa dengan produk IKM. "Ini menyangkut hidup dan mati Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam tekstil," kata Arif di Jakarta, Rabu (11/9).

Tidak hanya itu, konveksi kecil dan penjahit lokal akan bersaing ketat dengan produk impor. Padahal, mereka juga tengah bersaing dengan pasar tradisional yang sudah dikenal masyarakat, seperti Pasar Tanah Abang.

(Baca: Asosiasi Tekstil Ungkap Penutupan Sembilan Pabrik Akan Bertambah)

Di sisi lain, konsumen juga akan dirugikan dengan adanya impor pakaian bekas. Seperti yang diketahui, kualitas pakaian bekas tersebut tidak terjamin dan dapat berbahaya bagi kesehatan. Konsumen juga tidak mengetahui asal negara produsen maupun pengguna pertama pakaian tersebut.

Arif menduga, impor pakaian bekas dilakukan oleh suatu kelompok yang telah menyusun usaha impor pakaian bekas secara terorganisir.

Karena itu, dia berharap, produk impor bekas tersebut tidak akan merebak di sejumlah wilayah. Caranta, dengan penegakan hukum, baik oleh aparatur keamanan, petugas bea dan cukai, dan Kementerian Perdagangan. "Law enforcement harus sangat serius ya," ujar dia.

Belum lama ini, Kementerian Perdagangan mengamankan 551 bal pakaian bekas impor yang akan dijual kepada konsumen di Bandung, Jawa Barat. Nilai dari pakaian bekas yang diamankan tersebut ditaksir mencapai Rp 4-5 miliar. 

Impor pakaian bekas dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.

(Baca: Asosiasi Pengusaha Sebut Industri Tekstil Butuh Tenaga Kerja Asing)

Apabila pelaku usaha menjual pakaian bekas impor, pelaku usaha tersebut dapat diduga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Pasal 8 ayat (2) UUPK juga menyebut pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

Sedangkan pada UU Perdagangan, pelaku usaha dapat dikenakan Pasal 35 ayat (1) huruf d, Pasal 36, dan Pasal 47 ayat (1), yang menyebutkan pemerintah menetapkan larangan perdagangan pakaian bekas impor untuk kepentingan nasional dengan alasan melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup. Selain itu, setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru.

Reporter: Rizky Alika