Menteri Pertanian Malaysia dan RI Siap Lawan Diskriminasi Sawit Eropa

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Ekarina
2/9/2019, 17.14 WIB

Menteri Pertanian dan Industri Asas Tani Malaysia, Dato Salahuddin Ayub menegaskan siap bekerja sama dengan Indonesia melawan diskriminasi sawit dan kampanye hitam Uni Eropa. Pihaknya menyatakan akan melakukan berbagai upaya bersama agar produk sawit dapat diterima pasar. 

"Kita harus lebih tegas dan serius dalam memperjuangkan hak. Karena apa yang diumumkan Uni Eropa  sangat dangkal dan fitnah bahwa sawit kita tak baik bagi kesehatan," katanya ditemui usai The 3rd World Irrigation Forum di Nusa Dua, Bali, Senin (2/9).

Menurutnya, produk minyak sawit sangat diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk oleh konsumen Eropa.  

"Kalau tak ada sawit, shampo dan sabun tak bisa dibuat. Ini menunjukkan pentingnya sawit. Karenanya, Indonesia dan Malaysia harus berdiri bersama agar sawit kita bisa dipasarkan bersama," ujar dia.

(Baca: Sejarah dan Kontroversi Kampanye Anti Minyak Sawit Uni Eropa )

Karena itu, selain menangkal diskriminasi sawit Eropa, pihaknya juga mengajak Indonesia mengembangkan pasar sawit ke Amerika dan Tiongkok. Dia pun optimistis, industri dan pasar minyak sawit mampu tumbuh dan berkembang pesat beberapa tahun mendatang.  

 Ekspor minyak sawit dan turunannya yang mencakup CPO, biodiesel dan oleochemical sepanjang semester I 2019 tumbuh 10% menjadi 16,8 juta ton dari semester I tahun sebelumnya 15,30 juta ton.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan, ekspor minyak sawit tak dapat tumbuh optimal kerena diadang gejolak ekonomi global dan hambatan dagang negara mitra.

"Kenaikan volume ekspor ini seharusnya masih bisa digenjot lebih tinggi lagi, akan tetapi karena beberapa hambatan perdagangan membuat kinerja ekspor tidak maksimal," kata Direktur Eksekutif Gapki, Mukti Sardjono lewat keterangan resmi, Rabu (7/8).

Sementara itu khusus ekspor produk CPO (tidak termasuk biodiesel dan oleochemical), pada semester I 2019 hanya mampu tumbuh 7,6% atau menjadi 15,24 juta ton, dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 14,16 juta ton.

Dinamika Pasar Sawit Global

Mukti mengatakan, industri minyak sawit Indonesia terus menghadapi tantangan global yang berat sepanjang tahun ini. Salah satunya, terkait ketidakpastian pasar minyak nabati dunia.

Permintaan dari pasar ekspor tidak meningkat signifikan, sehingga harga minyak sawit mentah (CPO) tetap bergerak pada kisaran harga yang rendah. Di sisi lain, pertumbuhan serapan pasar minyak sawit di dalam negeri juga belum terlalu optimal.

Sehingga, laju ekspor minyak sawit Indonesia relatif tertahan dan tak dapat tumbuh maksimal karena ada beberapa dinamika. Belum lagi di negara tujuan utama ekspor Indonesia seperti India dan Uni Eropa, produk sawit Indonesia masih menjumpai hambatan dagang. Sementara di Tiongkok dan Amerika Serikat (AS), pasar minyak nabati terdampak perang dagang. 

Di India, Indonesia kalah bersaing dengan Malaysia khususnya untuk refined products, karena Negeri Jiran hanya dikenai tarif bea refined products sebesar 45% dari dari tarif berlaku 54%. Sedangkan Indonesia, bea masuk refined products yang dikenakan lebih tinggi dengan selisih 9%.

(Baca: BPOM Larang Peredaran Produk Makanan Berlabel Bebas Minyak Sawit)

Hal ini menyebabkan daya siang produk sawit Indonesia tidak kompetitif. Isu lain juga datang dari Uni Eropa. Dengan menggaungkan kebijakan RED II ILUC dan tuduhan subsidi biodiesel ke Indonesia, sedikit banyak ikut mempengaruhi ekspor Indonesia ke Benua Biru .

Sepanjang semester pertama 2019, harga CPO global bergerak di kisaran US$ 492,5 -US$ 567,5 per metrik ton dengan harga rata-rata di kisaran US$ 501,5- US$ 556,5 per metrik ton.