Pengusaha Usulkan Retaliasi Produk Pertanian Eropa dengan Tarif Tinggi

Arief Kamaludin | Katadata
Pemeritah diminta bersikap tegas menghadapi hambatan dagang yang terus digencarkan Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit berserta turunannya, salah satunya biodiesel.
Penulis: Ekarina
1/8/2019, 13.07 WIB

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pemerintah bersikap tegas menghadapi hambatan dagang yang terus digencarkan Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit berserta turunannya, termasuk biodiesel. Pengusaha mengusulkan agar pemerintah berani melakukan aksi balasan atau retailiasi melalui pengenaan tarif bea masuk tinggi untuk produk pertanian Benua Biru.

Ketua Umum Gapki, Joko Supriyono mengatakan pemerintah bisa mengenakan instrumen tarif bea masuk untuk produk Uni Eropa, sebagaimana yang juga dilakukan Amerika Serikat (AS) dan India. Sedangkan Indonesia menurutnya, merupakan negara yang masih mengenakan tarif bea masuk rendah untuk produk impor.

"Indonesia bisa menaikan tarif hingga 40% untuk impor produk-produk pertanian dari Uni Eropa, kalau mau. Hal itu tidak melanggar WTO," kata Joko dalam diskusi 'Menciptakan Industri Sawit yang Berkelanjutan' di yang diadakan Tempo Media Group dan Kadin Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (31/7).

(Baca: Uni Eropa Diskriminatif, Pemerintah Cari Pasar Ekspor Sawit ke Afrika)

Jika kebijakan tersebut diberlakukan, tidak menutup kemungkinan bakal terjadi negosisasi dagang antara Uni Eropa dengan Indonesia. Termasuk kemungkinan kawasan tersebut mengkaji ulang berbagai macam hambatan dagang untuk produk sawit Indonesia.

Sebagai informasi, biodiesel Indonesia kembali menghadapi ancaman hambatan di Uni Eropa menginisiasi penyelidikan Anti-Subsidi pada Desember 2018. Penyelidikan tersebut berselang beberapa bulan setelah ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa terbebas dari bea masuk anti-dumping.

(Baca: Pemerintah Tuding Eropa Pakai Strategi Terstruktur Serang Biodiesel RI)

Pada Juli 2019, Uni Eropa mengajukan proposal besaran bea masuk anti-subsidi sementara dengan rentang marjin 8-18%. Gertakan Uni Eropa kembali dilancarkan melalui penyelidikan Anti-Subsidi terhadap biodiesel Indonesia.

Uni Eropa menilai pemerintah Indonesia memberikan fasilitas subsidi yang melanggar ketentuan WTO kepada produsen/eksportir biodiesel. Hal ini dapat mempengaruhi harga ekspor biodiesel ke UE.

Adapun, ekspor biodiesel ke Uni Eropa meningkat tajam dari sebelumnya US$ 116,7 juta pada 2017 menjadi US$ 532,5 juta pada 2018. Uni Eropa merupakan salah satu kawasan yang paling banyak mengimpor biodiesel dari Indonesia, meski pada 2010 ekspor biodiesel ke Benua Biru sempat mengalami penurunan.

Sertifikasi ISPO

Untuk menangkal tudingan negatif sawit di Eropa, pemerintah menyatakan telah menyiapkan sejumlah startegi. Seperti, dengan menggencarkan penerbitan sertifikasi sawit berlanjutan melalui Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

Mentri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution menerangkan penerbitan ISPO sebagai upaya pemerintah mendorong produk kelapa sawit Indonesia kompetitif dengan memenuhi standar dunia.

(Baca: Kena Pukulan Ganda Uni Eropa, RI Disarankan Cari Pasar Baru Biodiesel)

"Mengenai ISPO, kita sudah menyiapkan Perpres yang baru, karena kelemahan ISPO yang lama kurang tegas untuk mendukung perkebunan yang kecil, dan sekarang kita sedang proses akhir," ujarnya.

Dia pun berharap, Perpres dapat diterbitkan sebelum akhir tahun. Sebelumnya, ISPO telah diatur dalam Peraturan Mentri Pertanian nomor 11 tahun 2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

Repoter : Abdul Azis Said (Magang)