Infrastruktur Minim, Olahan Sabut Kelapa RI Kalah Saing Lawan India

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Tanaman kelapa di bibir pantai di kawasan Cinangka, Serang, Banten, Selasa (25/12/2018).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
1/8/2019, 05.00 WIB

Produk olahan sabut kelapa Indonesia kalah  bersaing dengan India. Terbatasnya ketersediaan infrastruktur, menyebabkan banyak pengusaha kesulitan mengakses pasar ekspor karena biayanya lebih tinggi. 

Pengusaha Sabut Kelapa GM Agri Lestari Nusantara, Cepi Mangkubumi mengatakan ekspor salah satu produk olahan sabut kelapa yaitu doormat atau keset sabut kelapa, membutuhkan biaya yang mahal. Hal ini terjadi karena proses pengiriman barang dari daerah tidak bisa langsung ke negara tujuan.

"Kalau pengiriman dari pelabuhan Lampung, bisa langsung (ke negara tujuan). Sementara kalau kirim dari Sulawesi, barang harus melalui Surabaya dulu," kata dia kepada katadata.co.id, Rabu (31/7).

(Baca: Produksi Rendah, Kadin Usul Pemerintah Garap Peremajaan Kebun Kelapa)

Dia pun mencontohkan, biaya pengirimian doormat dari Lampung ke Korea mencapai US$ 150 atau setara Rp 2,1 juta per kontainer ukuran 40 high cube. Sementara, biaya kirim dari Sulawesi ke Korea mencapai US$ 180 atau sekitar Rp 2,5 juta per kontainer.

Padahal, permintaan produk olahan kelapa atau doormat saat ini cukup diminati pasar global seperti Eropa. Yang mana penduduknya menyukai produk ramah lingkungan. Namun, jarak ekspor yang jauh dari justru menimbulkan beban.

Sementara itu, India lebih diuntungan dan dapat mengeskpor dengan biaya yang lebih terjangkau lantaran letak geografisnya yang lebih dekat.

Halaman: