Berkontribusi ke PDB, Pemerintah Dukung Industri Sawit Berkelanjutan

ANTARA FOTO/Akbar Tado
Pekerja memperlihatkan biji buah sawit di salah satu perkebunan sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi barat, Sabtu (25/3). Menurut pedagang pengepul di daerah tersebut, harga sawit mengalami penurunan dari harga Rp1.400 menjadi Rp1.000 per kilogram akibat kualitas buah tidak terlalu bagus.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
31/7/2019, 17.25 WIB

Pemerintah memastikan keberlanjutan industri sawit di Indonesia meskipun saat ini dihadapi berbagai tantangan dari ekternal. Sebab, kelapa sawit dapat menopang ekonomi rakyat.

“Sektor kelapa sawit terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam Seminar Menciptakan Industri Sawit yang Berkelanjutan, seperti dalam siaran pers yang dikutip Rabu (31/7).

Nilai ekspor sawit pada 2018 mencapai US$ 17,89 miliar dan berkontribusi hingga 3,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Devisa yang diperoleh dari ekspor kelapa sawit dan turunannya pun mencapai US$ 20 Miliar.

Dalam sektor energi, penerapan mandatori biodiesel pada Agustus 2015 hingga 30 Juni 2018 mencatatkan penghematan devisa hingga US$ 2,52 miliar, atau setara Rp 30 triliun.

Sebagai industri padat karya, jutaan masyarakat pun bergantung pada sektor kelapa sawit. Industri perkebunan sawit mampu menyerap hingga 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 14,3 juta tenaga kerja tidak langsung, Sementara kebun sawit yang dikelola petani swadaya mampu menyerap 4,6 juta orang.

(Baca: Aprobi Sebut Bea Masuk Sawit dari Eropa Ganggu Ekspor Biodiesel )

Selain itu, kelapa sawit membantu 10 juta orang keluar dari garis kemiskinan sejak tahun 2000. Setidaknya 1,3 juta orang yang hidup di pedesaan keluar dari garis kemiskinan secara langsung berkat kelapa sawit.

Selain itu, daerah yang didominasi kelapa sawit memiliki tingkat kemiskinan yang lebih rendah dibanding daerah lain. Ini menunjukkan bahwa industri kelapa sawit berkontribusi terhadap pencapaian SDGs (Sustainable Development Goals) 2030. 
"Kita sejalan dengan dengan program PBB untuk menyejahterakan masyarakat,” ujar Darmin.


Dar sisi produktivitas, kelapa sawit memproduksi 6-10 kali dibandingkan minyak nabati lainnya. Sebagai perbandingan, kedelai memiliki produktivitas 0,4 ton/ha, bunga matahari 0,6 ton/ha, rapeseed Oil 0,7 ton/ha, sementara Kelapa Sawit 4 ton/ha.

Selain itu, Darmin menganggap kelapa sawit memiliki keunggulan dibandingkan komoditas perkebunan lainnya. Sebab, perkebunan sawit didukung oleh Research and Development (R&D) yang memadai dari perusahaan besar.

(Baca: Aprobi Sebut Bea Masuk Sawit dari Eropa Ganggu Ekspor Biodiesel )

Meski begitu, kelapa sawit Indonesia menghadapi sejumlah masalah. Salah satunya, Komisi Eropa mengeluarkan regulasi turunan (Delegated Act) dari kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II).

Regulasi ini mengklasifikasikan kelapa sawit sebagai komoditas bahan bakar nabati yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi ILUC (Indirect Land Use Change). Tantangan lainnya, pengenaan bea masuk anti subsidi terhadap biodiesel berbasis kelapa sawit ke Eropa.

Meski begitu, pemerintah terus berupaya untuk menyelamatkan kelapa sawit dalam negeri. "Pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan tengah mematangkan strategi dan langkah diplomasi,” ujar dia.

Reporter: Rizky Alika