Dusun Ngaran 2 Borobudur terletak sekitar dua kilometer dari kawasan Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur. Di desa itu terdapat Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Borobudur, salah satu dari 20 Balkondes yang berada di sekitar candi Buddha terbesar di dunia tersebut.
Masing-masing desa wisata memiliki keunikan tersendiri, ada yang mengangkat wisata di kawasan persawahan, membuat kerajinan gerabah, atau menghadirkan kopi khas Borobudur seperti di Dusun Ngaran 2. Salah satu pengelola Balkondes Borobudur, Hani, mengatakan desanya menjadi pilot project Balkondes sejak 2016.
Awalnya, Balkondes Borobudur menjadi tempat transit atau tempat beristirahat bagi wisatawan yang datang ke Candi Borobudur agar bisa lebih lama tinggal di wilayah Borobudur.
"Balkondes Borobudur mencoba untuk memperkenalkan kopi khas Borobudur, yaitu kopi robusta Menoreh," kata Hani kepada Katadata.co.id. Biji kopi khas itu didapatkan dari Desa Majaksingi yang juga merupakan Balkondes di bawah binaan PT Jasa Marga Tbk. Adapun Balkondes Borobudur berada di bawah PT TWC Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (Persero).
Biji kopi robusta yang tumbuh di kaki Gunung Menoreh itu diolah secara tradisional dengan metode yang diturunkan dari generasi ke generasi. Rasa kopi yang dihasilkan kuat dan lebih mantap. Kopi ini disajikan di warung-warung tradisional di rumah penduduk, ada juga yang memiliki bangunan pendopo joglo cukup luas dengan suasana dan dekorasi yang kental dengan nuansa Jawa.
Menurut Hani, program Balkondes memang mendapat dukungan dari sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sejak 2016 hingga saat ini, ada sekitar 24 tenaga kerja yang diserap Balkondes Borobudur.
Di Dusun Ngaran 2 juga ada beberapa homestay yang tergabung dalam Paguyuban Kampung Homestay Borobudur. Wisatawan yang ingin tinggal dan menikmati suasana perdesaan bisa tinggal di homestay tersebut. "Sudah bisa dipesan online melalui situs Kampung Homestay Borobudur," tutur Hani.
(Baca: Pemerintah Siapkan Skema Pembiayaan Homestay di 10 Bali Baru)
Agregator Pertumbuhan Pariwisata Joglosemar
Direktur PT TWC Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (Persero) Edi Setijono menyebut pengembangan Balkondes di sekitar Borobudur merupakan bagian dari program Joglosemar (Jogja, Solo, dan Semarang). Hal ini dilakukan agar bukan hanya Candi Borobudur yang menjadi magnet bagi para wisatawan asing maupun wisatawan domestik.
"Fokusnya bukan hanya di Borobudur tetapi lebih luas di kawasan Joglosemar. Desa sekitar merupakan bagian dari program visitor management," kata Edi Setijono kepada Katadata.co.id.
Candi Borobudur yang ditetapkan sebagai Situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada 1991 harus dijaga kelestariannya. Terlalu banyak pengunjung bisa berdampak buruk pada candi. Oleh karena itu, pemerintah sengaja mengembangkan desa-desa wisata ini agar pengunjung bisa menikmati Candi Borobudur tanpa harus berduyun-duyun naik ke candi. "Pengunjung bisa menikmati Borobudur tanpa menyentuh kawasan candi," ujar pria yang akrab disapa Tio ini.
Konservasi menjadi perhatian pemerintah dalam pengembangan pariwisata, khususnya di Borobudur yang menjadi salah satu dari empat destinasi super prioritas dalam program 10 Bali Baru. Tio mengatakan, lebih dari 4 juta pengunjung datang ke Borobudur setiap tahun. Ini potensi pasar yang besar bagi 20 Balkondes desa wisata di sekitar Borobudur. Mereka memiliki produk komoditas dan budaya yang bisa ditawarkan sebagai atraksi.
Aksesibilitas didukung oleh pembangunan jalan tol Trans Jawa dan tol Joglo-Semar. Selain itu, ada Bandara Adi Sucipto Yogyakarta dan Bandara Internasional Ahmad Yani di Semarang. Bandara New Yogyakarta International (NYIA) di Kulon Progo juga akan beroperasi penuh mulai 2020.
"Wisatawan Asia, Timur Tengah, dan Eropa bisa terbang langsung ke NYIA," ujar Tio. Sementara itu, homestay yang ada di desa-desa wisata akan menjadi pelengkap amenitas di kawasan Borobudur.
Menurut data Kementerian Pariwisata, pemerintah menyiapkan investasi US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 21 triliun untuk pengembangan kawasan Borobudur. Pengembangan desa-desa wisata merupakan bagian dari upaya menyiapkan ekosistem pariwisata. "Di kawasan Borobudur investasi dilakukan oleh TWC. Kalau ekonomi lokal sudah tumbuh, investor akan masuk, misalnya investasi di restoran-restoran baru dan pusat cenderamata," ujarnya.
Konsep pemberdayaan masyarakat melalui desa-desa wisata diharapkan menjaga keseimbangan antara pendatang dengan masyarakat lokal. Masyarakat desa diberi kesempatan untuk maju agar tidak terpinggirkan dalam pengembangan pariwisata.
Hani mengatakan, dampak pengembangan desa wisata memang mulai dirasakan oleh masyarakat. Meski begitu, pengelola Balkondes masih menghadapi kendala dalam hal menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan kebutuhan di sektor jasa.
Solusi yang disiapkan Kementerian Pariwisata pendampingan dan pelatihan. Sepanjang tahun lalu, pelatihan sadar wisata dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) diberikan kepada 15 ribu masyarakat di sekitar kawasan wisata. Adapun sertifikasi profesi diberikan kepada 75 ribu orang.
(Baca: Di Tengah Tiga Kota, Magelang Jadi Mesin Penggerak Wisata Joglosemar)