Tertinggi Sepanjang 2019, Neraca Dagang Juni Ditaksir Surplus Rp 9,6 T

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Suasana kegiatan ekspor impor di kawasan Tanjung Priok,  Jakarta Utara (28/6). Tiongkok tetap merupakan negara tujuan ekspor utama dan terbesar Indonesia dengan nilai US$ 9,55 miliar atau 15,13% dari total ekspor. Jumlah ini diikuti AS dengan nilai US$ 7,25 miliar atau 11,49%, dan Jepang dengan nilai US$ 5,67 miliar atau 8,98%.
Penulis: Ekarina
14/7/2019, 09.59 WIB

Neraca perdagangan dalam negeri periode Juni 2019 diperkirakan kembali mencatat surplus hingga US$ 690 juta atau sekitar Rp 9,64 triliun. Angka tersebut  menjadi surplus perdagangan terbesar sepanjang tahun ini, menurut survei yang dilakukan Reuters kepada 11 ekonom.  

Menurut survei, surplus perdagangan periode Juni 2019 kemungkinan ditopang oleh penurunan impor, sedangkan ekspor belum terlihat menggeliat seiring dengan melemahnya tren perdagangan global. 

(Baca: Impor Migas Tinggi, Jokowi Tegur Jonan dan Rini di Sidang Kabinet)

Para ekonom memperkirakan ekspor Juni turun 8,7% secara tahunan (year-on-year). Sementara jika dibandingkan Mei 2019 akan mengalami kontraksi 8,5%.

"Impor juga diprediksi menurun 5,0% per tahun. Sedangkan jika dibandingkan bulan sebelumnya, diprediksi terjadi penurunan 17,3%," tulis Reuters dalam laporannya dikutip Minggu (14/7).

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Mei 2019 neraca perdagangan dalam negeri surplus US$$ 210 juta. Surplus dinilai sebagian kalangan cukup mengejutkan, lantaran banyak yang memperkirakan neraca dagang bakal defisit $ 1,4 miliar.

Sebab, bulan sebelumnya (April 2019), Indonesia mencatat defisit perdagangan bulanan terbesar dalam sejarah dengan selisih US$ 2,4 miliar.

Hal ini yang juga kemudian membuat beberapa ekonom memperkirakan Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi. Terutama setelah Federal Reserve diperkirakan akan memangkas suku bunga Amerika Serikat.

Upaya Perbaiki Ekspor

Anjloknya kinerja ekspor sudah disadari pemerintah sedari lama. Dalam rapat terbatas, Presiden Jokowi kembali mengingatkan masalah ekspor dan investasi, meski sudah enam kali dirapatkan.

Presien  pun mengultimatum agar segera ada kebijakan yang mampu menggerakkan sektor usaha dalam memanfaatkan momentum perekonomian global saat ini. "Saya minta agar kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan ekspor betul-betul konkret, betul-betul dieksekusi dengan mendengar dari kesulitan apa yang dialami oleh para pelaku," kata Jokowi.

(Baca: Genjot Ekspor, Kemendag Kejar Penyelesaian 11 Perjanjian Dagang)

Beragam cara bakal dilakukan pemerintah guna memacu pertumbuhan ekspor dan investasi. Sejumlah insentif pajak rencananya akan digulirkan dalam waktu dekat untuk menggairahkan perekonomian.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan presiden menginginkan lebih banyak insentif pajak. “Yang tidak hanya sekadar instrumen, namun yang lebih penting bisa berjalan di lapangan,” kata dia usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (19/6).

(Baca: Ekonom Waspadai Sinyal Perlambatan Ekonomi di Balik Surplus Dagang)

Ia menyatakan beberapa aturan sudah selesai dibahas, seperti super deduction tax dan pajak untuk kendaraan bermotor hemat energi, termasuk mobil listrik. “Kami harap sudah akan selesai harmonisasinya dan bisa keluar dalam minggu ini atau awal minggu depan,” kata dia.

Sedangkan untuk tax allowance, pihaknya masih menunggu kajian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tentang industri yang akan mendapatkan fasilitas tersebut. Di luar itu, pemerintah tengah mempersiapkan perubahan Undang-Undang PPh untuk mendukung rencana penurunan PPh badan menjadi 20%.