Aturan Pajak Super, Menperin Harap Industri Lahirkan Ahli Digital Baru

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Ilustrasi pendidikan vokasi. Dengan adanya insentif pajak super, sektor industri diharapkan dapat meningkatkan pendidikan vokasi untuk melahirkan ahli-ahli baru, salah satunya di bidang digital.
Penulis: Rizky Alika
12/7/2019, 15.16 WIB

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto berharap ahli digital akan lahir seiring dengan diterbitkannya aturan pajak super (super deductible tax). Sektor industri diharapkan dapat menyediakan pendidikan dan pelatihan vokasi seiring adanya insentif tersebut. Dengan demikian, daya saing sumber daya manusia (SDM) akan semakin meningkat.

Airlangga mengatakan, peningkatan kualitas SDM erat kaitannya dengan kesiapan memasuki era industri 4.0. “Siswa SMK yang dibantu oleh para perusahaan industri diharapakan dapat langsung diserap oleh industri,” kata dia seperti dalam siaran pers yang dikutip Jumat (12/7).

Pengembangan SDM terampil merupakan strategi menangkap peluang bonus demografi pada 2020-2030. Pada periode tersebut, pertumbuhan jumlah angkatan kerja produktif diperkirakan dapat menggenjot ekonomi nasional.

Hingga saat ini, ada 855 perusahaan yang bekerja sama dalam rangka meningkatkan vokasi. Dari jumlah perusahaan tersebut, ada sekitar 4.500 perjanjian yang melakukan kerja sama untuk mendukung 2.600 SMK. Upaya ini dilakukan guna mencapai efektivitas dan efisiensi tenaga kerja.

(Baca: Insentif Super Pajak Dapat Mendorong Investor Teknologi Dunia Masuk RI)

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Haris Munandar menambahkan, pemberian insentif dapat mendorong inovasi produk manufaktur melalui hasil kegiatan riset. “Investasi pada kegiatan riset diharapkan mencapai 2% dari produk domestik bruto (PDB),” ujarnya.

Sedangkan, insentif pajak untuk industri atau usaha yang melakukan litbang diharapkan dapat menghasilkan penemuan-penemuan, inovasi, dan penguasaan teknologi baru. Sebab, industri tidak terlepas dari teknologi dan pengembangan produk.

Berdasarkan laporan The Global Competitiveness Report 2018 dari World Economic Forum, indeks daya saing Indonesia menempati peringkat 45. Dalam hal kemampuan inovasi, Indonesia berada pada peringkat ke-68 di dunia.

Di sisi lain, insentif juga akan diberikan bagi industri yang melakukan penanaman modal baru atau perluasan usaha berbasis padat karya. Haris berharap, jumlah perusahaan yang mendapat insentif ini mencapai 10% dari total industri besar.

(Baca: Insentif Pajak Pro-Vokasi Percepat Pemenuhan Tenaga Kerja Terampil)

"Kalau dihitung secara kasar, perusahaan industri besar sedang dari data BPS itu ada sekitar 32 ribuan. Anggaplah 10% sudah 3.000-an, seperti itu logikanya,” ujar Haris.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. Regulasi ini telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 25 Juni 2019.

Aturan pemberian insentif pajak super untuk pendidikan vokasi dituangkan dalam Pasal 29B. Dalam aturan itu disebutkan, wajib pajak badan dalam negeri yang menyelenggarakan pendidikan vokasi diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% dari jumlah biaya yang dikeluarkan.

Sedangkan insentif pajak untuk industri atau usaha yang melakukan litbang, dituangkan dalam Pasal 29C ayat (2). Pasal tersebut menyebutkan, wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan litbang tertentu di Indonesia, dapat diberikan insentif berupa pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan, yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.

(Baca: Pacu Investasi dan Ekspor, Sri Mulyani Siapkan Banyak Insentif Pajak)

Sementara itu, pasal 29A dalam PP tersebut juga mengatur tentang pemberian insentif kepada industri yang melakukan penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha yang berbasis padat karya. Fasilitas pajak penghasilan yang diberikan berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 60% dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha utama, yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.

Reporter: Rizky Alika