Pengusaha Khawatir Gejolak Politik Tekan Bisnis Retail Semester II

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Tantangan politik dan lesunya penjualan selama Ramadan - Lebaran 2019 membuat Aprindo pesimistis target pertumbuhan ritel sebesar 8%-10% di akhir tahun ini bisa tercapai
14/6/2019, 19.52 WIB

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, industrinya menghadapi berbagai tantangan pada semester kedua tahun ini. Salah satunya adalah ketidakpastian politik pasca Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Tekanan politik dinilai dapat memengaruhi omzet dan rencana investasi pelaku industri retail. "Politik mempengaruhi retail secara tidak langsung, karena ada pemilu dan demo seperti ini, orang yang mau investasi di sejumlah retail tidak jadi," kata dia kepada katadata.co.id, Jakarta, Jumat (14/6).

Tutum pun berharap ketidakpastian politik bisa segera berakhir. Dengan demikian, investasi dapat masuk ke industri retail.

Selain ketidakpastian politik, berakhirnya masa libur lebaran juga membuat lesu industri ini. Sebab, retail kelompok non makanan tidak memiliki momentum untuk mengumpulkan omzet dalam jumlah besar hingga akhir tahun. "Karena orang setiap hari harus beli makanan untuk bertahan hidup," kata Tutum.

Ditambah dengan perang dagang yang mempengaruhi industri retail secara tidak langsung. Sebab, terhambatnya eskpor komoditas utama, seperti minyak sawit dan batu bara. Bila ekspor komoditas menurun, daya beli masyarakat di sejumlah daerah penghasilnya pun ikut merosot.

(Baca: Sidang Gugatan Pilpres di MK, Gerai Retail Beroperasi Normal)

Sebelumnya, Tutum mengatakan, hasil penjualan sektor retail selama Ramadan dan Idul Fitri 2019 tak terlalu menggembirakan. Terutama untuk produk retail non makanan dan minuman, seperti fesyen dan perlengkapan rumah tangga.

Tutum mengatakan, hanya produk makanan dan minuman yang mampu tumbuh selama periode Lebaran 2019 dengan rata-rata pertumbuhan penjualan sekitar 10%. Sedangkan penjualan retail sektor lainnya justru mengalami penurunan.

Bahkan, penurunan pertumbuhan retail di sektor non makanan dan minuman lebih parah dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. "Ada beberapa yang positif, tapi yang turun banyak. Jadi rata-ratanya tetap turun," katanya.

Tutum mengatakan, salah satu faktor utama menurunnya penjualan produk retail non makanan dan minuman karena lemahnya daya beli masyarakat. Selain itu, penjualan produk retail non makanan dan minuman juga tergerus persaingan dengan penjualan online.

Tutum pesimistis target pertumbuhan retail sebesar 8%-10% di akhir tahun ini bisa tercapai. Pasalnya, momen Ramadan dan Idul Fitri tidak banyak menyumbang penjualan retail. Padahal sekitar 20%-30% kontribusi pendapatan sektor retail didapat saat Ramadan dan Idul Fitri.

(Baca: Peretail Taksir Kerugian Triliunan Rupiah Dampak Kerusuhan 22 Mei)