Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan setidaknya empat kebijakan untuk memacu investasi di industri padat karya. Saat ini, pemain besar di industri padat karya disebut lebih memilih berinvestasi di Vietnam, Bangladesh, Sri Lanka, Kamboja dan Laos.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan dalam rentang sepuluh tahun terakhir investasi yang masuk ke Indonesia lebih banyak untuk pengembangan industri padat modal. Padahal, jumlah industri padat karya semakin berkurang.
Indonesia membutuhkan industri padat karya untuk menyerap tenaga kerja yang jumlahnya besar. "Rakyat kita ini jumlahnya 265 juta orang, angkatan kerjanya lebih dari 130 juta," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6).
(Baca: Sri Mulyani Janji Batasi Tenaga Kerja Asing)
Menurut dia, Indonesia belum banyak dilirik oleh pemain di industri padat karya lantaran Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Salah satunya terkait dengan formula pengupahan.
"Dari 2003 sampai sekarang itu kan sudah beralih persepsinya bahwa upah minimum itu menjadi upah rata-rata," kata dia. Pihaknya mengusulkan kepada pemerintah untuk mengubah formula pengupahan.
Haryadi menyatakan sudah menyiapkan formula pengupahan yang baru untuk bisa dipertimbangkan dalam revisi UU Ketenagakerjaan. Menurut dia, Presiden Joko Widodo berjanji akan berupaya mengkaji aturan tersebut dalam waktu enam bulan. "Karena kondisinya sudah cukup mendesak ya," ujarnya.
(Baca: Berkah Investasi Besar di Balik Perang Dagang AS - Tiongkok)
Selain soal upah, Hariyadi menilai hal lainnya yang perlu dikaji pemerintah yaitu jaminan pensiun. Ia menilai jaminan pensiun mengandung risiko yang cukup besar bagi keberlangsungan industri padat karya.
Jaminan pensiun di Indonesia masih menggunakan model manfaat pasti. Padahal, banyak negara sudah meninggalkan model tersebut dan beralih kepada iuran pasti.
"Ini juga kami mohon untuk dilihat kembali, mumpung belum terlalu lama. Sehingga kami bisa menjaga jaminan sosial itu menjadi lebih sustain,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hariyadi meminta agar pemerintah dapat memberikan keringanan Pajak Penghasilan (PPh) bagi industri padat karya. Hal tersebut sebagai stimulus untuk mendorong pemain industri padat karya berinvestasi atau berekspansi di Indonesia.
Revisi aturan tentang PPh dan PPN pun dianggap mendesak untuk dibahas. “Itu yang lebih mendesak untuk kita selesaikan ketimbang ketentuan umum perpajakan," ucapnya.
Terakhir, ia mengusulkan agar dana promosi perdagangan dan dana riset dikumpulkan dalam satu lembaga. Dengan begitu, pemanfaatannya diharapkan lebih optimal.