Imbas Perang Dagang, Pemerintah Siapkan 12 Perjanjian Dagang Bilateral

Kemendag
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (kiri) dan Menteri Luar Negeri Cile, Heraldo Munoz (tengah) saat menandatangani Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) di Santiago, Cile, Kamis (14/12).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Sorta Tobing
12/6/2019, 17.59 WIB

Pemerintah masih mempersiapkan perjanjian dagang komprehensif (Comprehensive Economic Partnership Agreemen/CEPA) dengan 12 negara. Penguatan kerja sama bilateral tersebut dinilai penting di tengah situasi perang dagang yang memanas antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

"Di tengah trade tension, perdagangan-perdagangan antara negara besar ini yang harus kita lakukan," kata Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Iman Pambagyo di kantornya, Jakarta, Rabu (12/6).

Beberapa rencana tersebut seperti dengan Mozambik, Tunisia, Korea, Iran, Taiwan, Rusia, dan Turki. Selain itu, pemerintah juga tengah melakukan kajian secara umum untuk bekerja sama dengan Jepang.

Ia mengatakan, tidak ada halangan untuk memperkuat kerja sama bilateral meskipun tensi perang dagang dan sikap proteksionisme di AS meningkat. Kerja sama tersebut akan mengarah kepada tarif ekspor-impor yang mendapat hambatan lantaran adanya perang dagang.

Sebelumnya, pemerintah baru saja melakukan ratifikasi dengan Chili (Indonesia-Chile/ IC CEPA). Ratifikasi ini untuk memastikan pasar Chili masih memiliki peluang meski perang dagang terjadi. Selain itu, kerja sama tersebut juga membuka pasar ekspor Indonesia ke Amerika Latin.

(Baca: Mendag: Perang Dagang Timbulkan Krisis Kepercayaan)

Selain itu, pemerintah juga memperdalam pembahasan kerja sama dengan Argentina. Penjajakan tengah memasuki tahap potensi ekspor dan keperluan impor antar kedua negara.

Ini artinya, pemerintah terus membuka akses perdagangan ke pasar non-tradisional. Sementara, hubungan perdagangan dengan pasara tradisional, seperti Tiongkok, AS, dan Jepang terus dipertahankan.

Namun, Iman mengatakan Indonesia tidak bisa berharap ekspor akan melonjak pada tahun ini lantaran perang dagang masih berlangsung. Semua negara, menurut dia, terkena pengaruh dari perang dagang.

Ia menjelaskan, Indonesia mengekspor sejumlah bahan baku ke Tiongkok untuk diolah, lalu diekspor lagi ke AS. "Tapi ada produk yang dinaikkan (tarifnya) oleh AS. Jadi demand dari Tiongkok akan berkurang," ujarnya.

Sementara, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan perjanjian dengan Mozambik masih menunggu persetujuan dari duta besar. "Selain itu Tunisia berbisik, mereka tinggal menunggu final signing-nya," kata dia.

(Baca: Perjanjian Dagang RI-Chili Segera Berlaku, Pos Tarif Berkurang 89,6%)

Reporter: Rizky Alika