Kemenperin Dorong Investasi di Luar Negeri untuk Perkuat Ekspor

Kemenperin
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan anjloknya ekspor saat ini karena permintaan pasar dunia turun imbas perang dagang.
Penulis: Michael Reily
Editor: Sorta Tobing
17/5/2019, 12.23 WIB

Kementerian Perindustrian mendorong perusahaan swasta untuk berinvestasi di luar negeri supaya mendapatkan akses kemudahan ekspor di tengah ketidakpastian perdagangan global. Salah satu komoditas yang didorong untuk ekspor adalah besi dan baja.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan anjloknya ekspor saat ini karena permintaan pasar dunia turun imbas perang dagang. Dia menyebutkan produk besi baja dalam bentuk sheet Indonesia terkena bea masuk cukup tinggi ke Amerika Serikat dan Tiongkok.

"Kita harus mendorong perusahan investasi ke negara-negara yang menyulitkan, mereka berharap industri hilirnya bisa maju, jadi bahan baku bisa tetap dari kita (suplai)," kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (16/5).

Selain peningkatan investasi untuk ekspor baja, dia juga mendorong diversifikasi pasar tujuan penjualan. Contohnya, negara di Benua Eropa yang membutuhkan baja untuk industri maju seperti alat-alat kesehatan.

(Baca: Defisit Neraca Dagang Indonesia dengan Tiongkok Membengkak 23,47%)

Dia menjelaskan, turunnya ekspor komoditas nonmigas juga karena tren tiga bulan yang menunjukkan siklus produksi industri. Neraca dagang yang negatif pada Januari menjadi positif pada Februari dan Maret.

Alhasil, dia meyakinkan besarnya impor bahan baku dan penolong juga barang modal bakal meningkatkan produksi sehingga ekspor bakal naik. "Tentu kita akan lihat ekspor pada bulan-bulan depan," ujar Airlangga.

Menurut dia, Kementerian Perindustrian juga mendorong investasi perusahaan-perusahaan elektronik untuk mengerem laju impor dengan produksi dalam negeri. Contohnya, investasi besar perusahaan elektronik di Batam, salah satunya adalah Pegatron.

(Baca: BI Ubah Proyeksi Defisit Transaksi Berjalan Lebih Tinggi Hingga 3%)

Sebelumnya, defisit neraca dagang periode April 2019 menembus US$ 2,50 miliar. Angka defisit ini merupakan yang terdalam sepanjang sejarah seiring faktor pelemahan ekonomi dunia.

Pada Januari-April 2019, BPS melaporkan defisit neraca dagang Indonesia US$ 2,56 miliar. Angka ini juga jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,40 miliar.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan lonjakan defisit neraca dagang periode ini banyak dipengaruhi oleh situasi global. "Kondisi global tidak mudah, 2019 ini tantangannya akan luar biasa," katanya.

Ketidakpastian global, menurut dia, turut memengaruhi pertumbuhan ekonomi sejumlah negara. Seperti, pertumbuhan ekonomi Tiongkok melemah dari 6,8% menjadi 6,24%, kemudian Singapura juga melambat dari 4,7% jadi 1,3% serta Korea Selatan 2,8% menjadi 1,8%.

Hal ini akhirnya turut memengaruhi ekspor Indonesia ke negara tersebut ikut melambat. Selain itu, fluktuasi harga komoditas serta perang dagang di sisi lain juga turut memberikan tekanan terhadap kinerja neraca dagang dalam negeri.

Reporter: Michael Reily