Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan ada perusahaan besar yang ingin menyalahgunakan data Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit untuk kepentingan bisnisnya. Oleh karena itu dia menolak membuka akses data dan informasi HGU perusahaan sawit ke publik.
"Ada perusahaan besar yang main mata dengan sana (Uni Eropa). Artinya dia mau, 'Kalau saya buka (datanya), saya boleh ya jualannya'," kata Darmin di kantornya, Rabu (8/5) malam.
Darmin juga beralasan data HGU yang sifatnya individual memang tidak bisa diakses untuk publik. Dia mencontohkan data pajak individu bersifat rahasia untuk mencegah praktik moral hazard kepentingan oknum internal Direktorat Jenderal Pajak.
(Baca: Data HGU Lahan Belum Dibuka, Sejumlah LSM Melapor ke Polisi)
Di sisi lain, pemerintah juga tengah membangun pusat data menggunakan kebijakan satu peta (one map policy). Kemudian, pemerintah juga akan melaksanakan progam Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) dan moratorium perkebunan kelapa sawit.
"Kami ingin tidak ada dulu, (keterbukaan) data idividualnya. Nanti dibicarakan di mana-mana. Tapi kalau data agregat, tidak ada masalah," ujarnya.
Pemerintah didesak untuk membuka data HGU sebagai informasi publik. Keterbukaan data HGU ini berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) dengan nomor register 121 K/TUN/2017 tersebut terbit pada 2017 lalu. Namun sejak putusan itu terbit, pemerintah kerap mengemukakan alasan menolak data HGU.
(Baca: Tolak Buka Data HGU, Walhi Sebut Menteri Agraria Lakukan Pembangkangan)
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil juga berkukuh tak mau membuka data HGU. Sofyan berdalih langkahnya tersebut untuk melindungi industri sawit.
Ia mengatakan, industri sawit telah memberikan pekerjaan serta pendapatan bagi banyak petani di Indonesia. Industri sawit juga merupakan sumber pendapatan negara yang cukup besar. Berdasarkan data Kementerian Pertanian luas lahan sawit Indonesia pada 2017 mencapai 12,3 juta hektare.
Dokumen HGU dianggap sebagai informasi publik dimulai dari proses gugatan Forest Watch Indonesia (FWI) di Komite Informasi Publik (KIP) pada Desember 2015. FWI menggugat Kementerian ATR/BPN untuk membuka data HGU di Kalimantan, daerah yang paling banyak terdapat lahan sawit.
FWI berargumen permohonan data HGU untuk keperluan riset analisis terjadinya konflik lahan, yang hasilnya hendak direkomendasikan kepada pemerintah. Salah satu konflik tumpang tindih lahan akibat tak ada transparansi dokumen yang ditangani FWI di antaranya dalam kasus antara masyarakat adat Dayak Benuaq dengan perusahaan sawit PT. Borneo Surya Mining Jaya (PT BSMJ) di Muara Tae, Kalimantan Timur.
(Baca juga: Industri Kelapa Sawit Khawatir Dampak Dibukanya Data HGU untuk Publik)