Kuartal I 2019, Ekspor Makanan Minuman Olahan Diramal Tembus Rp 28 T

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Presiden Direktur Mayora Group Andre Atmaja (kedua kanan) melihat langsung pengemasan produk Mayora di sela acara Pelepasan Kontainer Ekspor ke 250 ribu ke Filipina di Bitung, Tangerang, Banten, Senin (18/2/2019).
Penulis: Ekarina
16/4/2019, 13.43 WIB

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) memperkirakan ekspor makanan minuman olahan (di luar CPO), pada kuartal I tahun ini bisa mencapai US$ 2 miliar atau setara Rp 28,1 triliun.  Jumlah itu  mencakup seperempat dari total target ekspor industri makanan minuman tahun ini yang mencapai US$ 8 miliar.

Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan ekspor makanan minuman tahun  ini dinilai cukup ekspansif ke luar, terutama beberapa pasar baru yang terlihat sudah ada peningkatan. "Industri makanan mulai merintis ke Afrika, Filipina juga ada kenaikan," ujarnya di ICE BSD, Tangerang Selatan, Selasa (16/4).

Adhi mengatakan ekspor industri makanan minuman setiap tahun terus meningkat. Hanya saja, peningkatannya tak setinggi yang diharapkan. 

(Baca: Mayora Sepakat Beli Kelapa Filipina untuk Kurangi Hambatan Dagang)

Pada tahun lalu misalnya, dari target yang ditetapkan sebesar 10%, realisasinya hanya tumbuh sekitar 5%-6%. Dia menuturkan, hal itu dikarenakan ekpor industri banyak menemui hambatan ekspor di beberapa negara tujuan, seperti safeguard, standar label. 

Selain itu, ketidakpastian global  juga turut menyebabkan banyak negara menerapkan sikap proteksionisme dagang, tak terkecuali negara-negara di kawasan ASEAN. Misalnya saja Filipina, yang  beberapa waktu lalu menerapkan special safeguard (SSG) untuk produk kopi instan asal Indonesia, 

Namun demikian, untuk kasus penerapan SSG di Filipina menurutnya akan segera rampung. Ini seiring dengan adanya komitmen investasi dari produsen kopi tersebut ditambah dengan komitmen pembelian produk hortikultura. "Bolanya sekarang ada di Filipina. Secara verbal SSGnya sudah disanggupi, mudah-mudahan bisa dibuka," kata dia.

(Baca: Pengusaha Ikut Lobi Filipina Minta Penghapusan Bea Masuk Kopi)

Ekspor Kopi Instan

Sebelumnya, Mayora Group meneken nota kesepahaman (MoU) terkait pembelian kelapa dan turunannya dengan beberapa perusahaan Filipina serta MoU investasi. Kesepakatan ini diharapkan memperkuat hubungan perdagangan dan investasi kedua negara, di tengah penerapan SSG untuk ekspor produk kopi instan Indonesia di Filipina yang diberlakukan sejak Agustus 2018.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan kopi instan adalah salah satu produk ekspor unggulan Indonesia ke Filipina dan menyumbang devisa bagi Indonesia. "Untuk itu, tugas kami mengamankan akses pasar produk unggulan Indonesia, termasuk kopi instan ke negara tujuan ekspor," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam keterangan resmi di Filipina, Selasa (2/4).

Berdasarkan data BPS, kopi instan merupakan produk ekspor terbesar keempat Indonesia ke Filipina pada 2018 dengan nilai ekspor US$ 367,4 juta (sekitar Rp 5,2 triliun).

(Baca: Pemilu, Industri Air Minum Dalam Kemasan Ditaksir Tumbuh Dobel Digit)

Enggar menyebut, Menteri Perdagangan dan Industri serta Menteri Pertanian Filipina telah sepakat meninjau ulang penerapan SSG untuk produk kopi instan Indonesia dan akan mendiskusikan secara internal dengan instansi terkait.

Bila disetujui, hal ini akan menjadi perkembangan yang positif bagi Indonesia. Mayora Grup sebelumnya menyatakan mendera kerugian hingga US$ 16 juta atau setara Rp 225 miliar akibat pengenaan hambatan dagang Filipina melalui mekanisme special safeguard duty. Hal ini dilakukan Filipina, karena surplus perdagangan Indonesia lebih besar dibanding negara tersebut.