Di Hadapan Petani Sawit, Luhut: Siapapun yang Menghambat, Kami Lawan!

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dalam acara Indonesia Economic Day 2019 (IED 2019) di Hotel Mulia, Jakarta (31/1).
Penulis: Ekarina
5/4/2019, 14.58 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan melakukan apapun untuk membela kepentingan dalam negeri dalam hal diskriminasi sawit. Dia juga menegaskan tak segan melawan pihak manapun yang berupaya menghambat perkembangan perdagangan komoditas andalan ini.

“Siapapun yang menghambat perkembangan industri sawit Indonesia akan kita lawan. Karena industri sawit ini perannya sangat signifikan dalam menurunkan angka kemiskinan, juga dalam penyerapan tenaga kerja,” ujar Luhut dalam keterangan resmi di Medan, Sumatera Utara, Kamis (4/4).

Di hadapan dua ribu orang petani sawit dari seluruh Indonesia dalam Jambore Petani Sawit Nasional di Medan kemarin, dia juga menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo berpesan agar para petani sawit diberikan perhatian khusus.

Sebagai komoditas nasional, menurutnya, pemerintah ingin menjaga agar harga sawit jangan sampai jatuh dan sebisa mungkin dipertahankan di level US$ 600-US$900 per ton.

(Baca: Siapa yang Paling Rugi Jika Boikot Dagang Indonesia-Uni Eropa Terjadi?)

Adapun jika Uni Eropa  bersikukuh memboikot atau mendiskriminasi sawit dibandingkan jenis minyak nabati lain, pemerintah Indonesia siap menerapkan beberapa opsi. 

“Tentu kami akan melawan lewat pengadilan di Eropa dan World Trade Organization (WTO), keluar dari Paris Agreement juga menjadi salah satu opsinya,” jelasnya. 

Luhut  mengatakan, sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia yang harus diperjuangkan, namun dia menekankan pentingnya melakukan pengelolaan berkelanjutan.

(Baca: Di Tengah Isu Diskriminasi Sawit, Ekspor CPO ke Eropa Masih Naik 27 %)

“Bapak, Ibu jangan menanam sawit semua, harus ada enclave untuk menjaga keseimbangan. Kita sudah melakukan hilirisasi industri sawit, lalu moratorium sudah dilakukan pada 14 juta hektar lahan, saat ini kita hanya melakukan replanting saja dengan bibit unggul,” katanya.

Menko Luhut melanjutkan perjalanannya ke Kabupaten Labuhan Batu, Sumatrea Utara. Kepada masyarakat di sana, Menko Luhut kembali menegaskan bahwa pemerintah akan bekerja maksimal menghadapi rencana boikot Uni Eropa.

Mayoritas masyarakat Labuhan Batu bergantung pada sawit. Kabupaten ini bahkan merupakan penghasil sawit utama di PTPN III.

“Kami bekerja keras menghadapi tekanan, diskriminasi dari beberapa negara terhadap pemerintah dalam menangani kelapa sawit ini. Jadi kita semua harus kompak menghadapi ini,” katanya.

Luhut kerap merespons keras terkait maraknya hambatan dagang sawit Indonesia di Uni Eropa. Alasannya, sawit merupakan komoditas yang sangat penting bagi Indonesia, terutama dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan membuka lapangan pekerjaan.

Saat ini, industri kelapa sawit diketahui menyerap 7,5 juta orang tenaga kerja secara langsung dan ditambah 12 juta orang secara tidak langsung.

Sementara dari sisi perdagangan, kelapa sawit merupakan komoditas andalan Indonesia. Ini tercermin dari nilai kontribusi ekspor Crude Palm Oil (CPO) pada 2018 senilai US$ 17,89 miliar. Industri ini berkontribusi hingga 3,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

(Baca: Buntut Diskriminasi Sawit, Malaysia Ancam Boikot Jet Tempur Uni Eropa)

Komisi Uni Eropa sebelumnya  berencana mengeluarkan komoditas minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel berdasarkan rancangan Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive/ REDII) dan dituangkan dalam regulasi turunan (delegated act).

Adapun rancangan tersebut tengah dibahas dan tinggal menunggu pengesahan dari Parlemen Eropa. Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend mengatakan ada kaitan antara kelapa sawit dan tingkat deforestasi tinggi periode 2008-2015. Dari data yang diterimanya, 45% dari ekspansi kelapa sawit terjadi di daerah dengan cadangan karbon tinggi.