Total Impor dari Proyek Infrastruktur Tahun Lalu Capai US$ 6 Miliar

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Infrastruktur
Penulis: Rizky Alika
28/3/2019, 01.00 WIB

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan nilai impor untuk proyek infrastruktur tahun lalu mencapai US$ 6 miliar atau sekitar Rp 85 triliun. Impor infratruktur ini menjadi salah satu penyumbang defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan (CAD).

"CAD tahun lalu yang membengkak karena harga komoditi bengkak, dan infrastruktur untuk Indonesia tumbuh ke depan," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara Peluncuran Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2018 di kantornya, Jakarta, Rabu (27/8).

Neraca transaksi berjalan mengalami defisit hingga US$ 31,1 miliar atau 2,98 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun lalu. Defisit ini nyaris mendekati batas aman 3 persen PDB. Mirza mengatakan CAD bisa berkurang menjadi US$ 25 miliar atau 2,5 persen dari PDB, jika tak ada impor infrastruktur.

(Baca: Defisit Transaksi Berjalan 2,98% PDB Tahun Lalu, Bagaimana Tahun Ini?)

Masalahnya, impor infrastruktur diperlukan untuk membangun Indonesia ke depan. Dia menilai impor terkait infrastruktur dapat mendorong pemerataan ekonomi di setiap daerah, sehingga bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Pertumbuhan ekonomi sebesar 58 persen masih ditopang oleh Jawa. Sementara, Sumatera hanya menopang pertumbuhan ekonomi sebesar 21,58 persen, Kalimantan sebesar 8,20 persen, Sulawesi 6,22 persen, Bali dan Nusa Tenggara 3,05 persen, serta Maluku dan Papua 2,47 persen.

Menurutnya, kapasitas pertumbuhan ekonomi Jawa sudah hampir maksimal. "Jadi impor terkait infrastruktur dianggap sebagai impor baik karena perlu capital goods dan infrastruktur untuk membangun ekonomi di luar Jawa," ujarnya.

Adapun selain infrastruktur, defisit transaksi berjalan juga disebabkan oleh ekspor komoditas yang menurun lantaran adanya pelemahan ekonomi dunia pada paruh kedua tahun lalu.

(Baca: Kurangi Impor, Menhub Perbesar Komponen Lokal di 3 Proyek)

Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira juga sempat mengatakan kebutuhan impor bukan hanya untuk industri, tapi juga proyek infrastruktur yang dikerjakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). dia pun mnawarkan solusi terkait impor infrastruktur dengan meningkatkan penggunaan produk dalam negeri (TKDN) tanpa mempersulit izin impor.

"Intinya bisa dimulai dari proyek yang dikendalikan pemerintah, karena relatif mudah pengawasannya," kata Bhima. TKDN merupakan komponen produksi dalam negeri termasuk biaya pengangkutan yang ditawarkan dalam penawaran harga barang maupun jasa.

(Baca: Pemerintah Pertegas Sanksi Bagi Perusahaan yang Tak Pakai Produk Lokal)