Pemerintah berupaya menggenjot perekonomian dengan cara merevitalisasi pasar rakyat. Sepanjang 2015-2018, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah merevitalisasi 4.211 unit pasar rakyat. Tahun ini rencananya akan membangun 1.037 unit pasar rakyat.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pasar yang telah direvitalisasi sejak tahun 2015 tersebut mengalami kenaikan omzet cukup tinggi. “Omzetnya meningkat hingga 20 persen,” kata Enggar, Tangerang, Selasa (12/3).
Kementerian mempunyai anggaran revitalisasi 5.248 pasar rakyat di Indonesia sebesar Rp 12,47 triliun. Khusus tahun ini alokasi dananya sebesar Rp 1,1 triliun untuk 1.037 pasar rakyat.
Enggar menjelaskan, revitalisasi pasar merupakan implementasi mandat ketiga yang diarahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mandat lainnnya, yaitu menjaga stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok, serta ekspor dan impor.
Selain itu, Enggar juga memaparkan target kinerja sektor perdagangan lainnya di tahun 2019, yaitu menjaga tingkat inflasi pada angka 3,5 persen. Kemudian, meningkatkan pertumbuhan ekspor nonmigas 7,5 persen.
Untuk itu, ia melanjutkan, Kemendag sedang mengoptimalkan distribusi perdagangan, ekonomi digital, dan pengembangan perdagangan luar negeri terpadu.
(Baca: Jokowi Minta Digitalisasi Pasar Rakyat)
Optimalisasi distribusi perdagangan dilakukan dengan membangun atau merevitalisasi 5.248 pasar rakyat secara fisik maupun nonfisik. Selanjutnya, memanfaatkan gerai maritim untuk menurunkan disparitas harga dan dapat menjangkau daerah terpencil, terluar, tertinggal, dan perbatasan.
Lalu, Kemendag juga menjadikan sistem resi gudang sebagai upaya menstabilkan harga bahan pokok dan mendorong kinerja ekspor komoditas. Selain itu, unit metrologi legal harus mendorong standardisasi sarana perdagangan agar sektor perdagangan semakin berkualitas dan berdaya saing.
Enggar mengatakan, optimalisasi peran ekonomi digital perlu dilakukan dengan mendorong produk usaha kecil dan menengah agar mendapat tempat di market place. Pertumbuhan nilai transaksi perdagangan elektronik Indonesia tumbuh 49 persen per tahun pada periode 2015-2018 dan nilainya mencapai US$ 27 miliar atau sekitar Rp 385,4 triliun pada 2018.
Ia memperkirakan nilai itu akan naik menjadi US$ 130 miliar (Rp 1.855 triliun) pada 2020 dengan jumlah pembeli mencapai 65 juta orang. “Daya saing digital Indonesia masih perlu ditingkatkan. Produk usaha kecil menengah harus menjadi tuan rumah di platform digital,” kata Enggar.
(Baca: Kemendag Kebut Finalisasi Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional)
Kemendag akan mengembangkan perdagangan luar negeri terpadu dengan cara meningkatkan partisipasi Indonesia dalam rantai nilai global (global value chain/GVC). Dalam hal ini, Enggar mengatakan, pihaknya berfokus pada pemilihan industri untuk meningkatkan ekspor produk bernilai tambah. Perjanjian dan kerja sama perdagangan juga harus ditingkatkan untuk meningkatkan nilai ekspor nonmigas.
12 perjanjian perdagangan
Kementerian Perdagangan menargetkan penyelesaian 12 perjanjian perdagangan pada tahun ini. Pembukaan akses pasar ekspor lewat perundingan bilateral dan regional akan menjadi salah satu startegi pemerintah dalam meningkatkan ekspor.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita sebelumnya mengatakan, pemerintah harus aktif dalam pembentukan perjanjian perdagangan internasional sampai penyelesaian ratifikasi. "Kami targetkan tahun ini ada 12 perjanjian yang selesai," kata Enggar awal tahun lalu.
Perjanjian tersebut antara lain tiga perjanjian dagang dengan Mozambik, Tunisia, dan Maroko dalam bentuk Prefential Trade Agreement (PTA). Ketiga negara tersebut diharapkan bisa menjadi hub ekspor produk Indonesia ke pasar Afrika.
Kemudian, ada dua perjanjian dagang Asia Tenggara yaitu perjanjian perdagangan jasa di ASEAN dan protokol pertama amandemen Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) antara ASEAN dengan Jepang.
Indonesia juga masih melakukan penyelesaian pengkajian umum (general review) Indonesia-Jepang Economic Partnership Agreement (IJEPA). Pengkajian ini masih mengalami negosiasi alot sejak pembahasan terakhir kali pada 2014 lalu.
Pemerintah juga memulai perjanjian dagang PTA dengan Iran. Begitu pun dengan perundingan CEPA dengan Uni Eropa. Permasalahan krusial seperti isu lingkungan dalam produk minyak kelapa sawit Indonesia pun masih dibahas saat ini. Hanya perjanjian dagang IA-CEPA antara Indonesia dan Australia yang baru saja rampung pekan lalu