Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk membuka atau tidak data Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan. Hal ini menanggapi desakan dari sejumlah pihak untuk pembukaan data tersebut.
Dewan Pakar Kadin Indonesia Bayu Krisnamurthi menjelaskan, posisi pelaku usaha adalah objek hukum yang taat pada hukum. "Ya pemerintah lah yang memutuskan (untuk membuka atau tidak data HGU). Kami juga mendapatkan izin hak guna usaha kan dari pemerintah," kata dia usai acara Kadin CEO Breakfast Meeting bertajuk 'Kontribusi Strategis Swasta untuk SDGs' di Menara Kadin Indonesia, Jakarta, Senin (11/3).
Sejumlah pihak terus mendorong Kementerian Agraria untuk membuka data HGU sebagai informasi publik. Apalagi, sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) terkait hal itu. Putusan dengan nomor register 121 K/TUN/2017 tersebut terbit pada 2017 lalu. Namun, Menteri Agraria Sofjan Djalil menolak dengan alasan melindungi industri sawit yang merupakan kepentingan nasional.
(Baca: Tolak Buka Data HGU, Menteri Agraria Berdalih Lindungi Industri Sawit)
Organisasi jaringan pemantau hutan Forest Watch Indonesia (FWI) membuka opsi untuk melaporkan Kementerian Agraria ke Bareskrim Mabes Polri lantaran belum menjalankan putusan tersebut. Opsi lainnya, mengadukan kasus ini kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, sehingga eksekusi putusan bisa segera dilaksanakan.
Manajer Kampanye dan Intervensi Kebijakan FWI Mufti Barri mengatakan eksekusi putusan Mahkamah itu penting untuk menyelesaikan banyak persoalan hutan dan lahan. Sebab, berbagai masalah hutan dan lahan kerap terjadi di kawasan HGU.
(Baca: Berderet Masalah, Kementerian Agraria Didesak Buka Data HGU Ikuti MA)
Berbagai masalah itu terkait tumpang tindih perizinan, konflik lahan berkepanjangan, hingga tingginya ancaman kehilangan hutan alam di Indonesia. “Ketertutupan HGU telah menimbulkan persoalan pada pemanfaatan hutan dan lahan,” kata dia beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Direktur Advokasi Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Arman Moehammad menyatakan tertutupnya data HGU menjadi pintu masuk penyebab perampasan wilayah adat. Banyak kawasan adat yang tiba-tiba ditetapkan menjadi kawasan hutan negara atau diberikan izin konsesi.
Masyarakat adat, kata Arman, baru mengetahui kalau kawasannya telah berpindah status setelah didatangi alat berat atau ada larangan beraktivitas. “Masyarakat adat tidak pernah tahu bagaimana proses penetapan wilayah adat menjadi kawasan hutan negara atau diberikan kepada konsesi,” kata dia. Hal tersebut kemudian membuat konflik antara masyarakat adat dan perusahaan pemilik konsesi HGU.
(Baca: Ombudsman Desak Pemerintah Buka Data Kepemilikan Sertifikat HGU)
AMAN mencatat saat ini ada 313 ribu hektare dari 9,6 juta hektare wilayah adat yang tumpang tindih dengan izin-izin konsesi HGU. Dari jumlah tersebut, 152 komunitas adat yang tengah berkonflik atas kepemilikan lahannya. “Ini yang terpublikasi informasinya ke AMAN, tapi banyak yang sulit terjangkau,” kata Arman.
Dia juga menilai tertutupnya data HGU berpotensi menimbulkan celah korupsi. Mengutip data Walhi pada Desember 2017, ada tambahan 389,5 ribu izin HTI baru dua tahun lalu. Dari jumlah tersebut, 2.509 izin dinyatakan tidak clean and clear. Sementara 3.788 izin mati, namun tidak dikembalikan kepada negara.