Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) bersama Dyandra Promosindo menggelar Indonesia International Furniture Expo di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, pada 11-14 Maret 2019. Dalam ajang pameran furnitur dan kerajinan terbesar di Asia Tenggara itu, para pelaku usaha dan pemerintah menargetkan transaksinya mencapai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun.
Ketua Umum Himki Soenoto mengatakan, keunikan budaya dan kapabilitas furnitur Indonesia merupakan bagian dari sejarah dunia. "Produk Indonesia mencampurkan inovasi desain dan keahlian yang terinspirasi dari kekayaan Nusantara," kata Soenoto di Jakarta, Senin (11/3).
Dia menargetkan transaksi gelaran keenam pameran furnitur ini lebih tinggi dari capaian tahun 2018 yang mencapai US$ 250 juta. Dampak pameran juga bakal membantu meningkatkan ekspor industri furnitur.
Menurut dia, jumlah pelaku usaha yang ikut pada pameran lebih banyak dari tahun lalu yang hanya sebanyak 500 peserta. Jumlah pengunjung tahun 2019 bisa mencapai 12 ribu orang, lebih besar dari tahun lalu yang hanya 11.429 orang.
Potensi pengunjung yang datang diperkirakan berasal dari 127 negara. Ia menyebutkan ada juga forum investasi yang bakal membuka ruang untuk pengembangan industri padat karya. "Tahun lalu, nilai dampak pameran bisa mencapai US$ 800 juta, sekitar Rp 11 triliun, sekarang bisa lebih lagi," ujarnya.
(Baca: Perang Dagang Berpeluang Tingkatkan Ekspor Furnitur hingga 15%)
Sejak pameran pertama tahun 2014, Indonesia Furniture Expo telah menarik pengunjung dari 148 negara. Pengunjung terbanyak berasal dari 10 negara penting dalam industri furnitur dan kerajinan, yaitu Amerika Serikat (AS), India, Tiongkok, Australia, Singapura, Malaysia, Inggris Raya, Prancis, Jerman, dan Jepang.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan pameran bisa membuka jalan untuk investasi yang masuk. Kementerian mendorong perluasan industri di luar Pulau Jawa. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 tercatat ada 1.918 unit usaha skala menengah besar yang dapat menyerap hampir 200 ribu tenaga kerja langsung.
Dia berharap, kolaborasi pendanaan bisa mendorong peningkatan perekonomian masyarakat, terutama daerah yang potensial seperti Palu, Sulawesi Tengah yang memiliki pusat riset. "Ini tantangan bagi industri untuk tidak hanya bergerak di Jawa Barat dan Jawa Timur," ujar kata Airlangga.
Ekspor furnitur meningkat
Tahun 2016 nilai ekspor furnitur tercatat mencapai US$ 1,60 miliar, kemudian naik menjadi US$ 1,63 miliar pada 2017. Pada 2018 kembali naik sebesar 4%, menjadi US$ 1,69 miliar atau setara dengan Rp 24 triliun.
Airlangga sebelumnya mengatakan Kemenperin akan berupaya memacu kinerja ekspor produk furnitur dengan persediaan bahan baku. Apalagi, Indonesia memiliki iklim tropis yang bisa mendorong pertumbuhan cepat berbagai jenis pohon.
(Baca: Pemerintah Bidik Ekspor Industri Furnitur Rp 71 Triliun)
Sumber bahan baku kayu di Indonesia sangat melimpah dengan potensi luas hutan yang mencapai 120,6 juta hektare, serta terdiri dari hutan produksi sebesar 12,8 juta hektare. Sebesar 80% bahan baku rotan dunia berasal dari Tanah Air, tersebar di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera.
Kementerian juga telah memfasilitasi pembangunan Politeknik Industri Furnitur dan Pengolahan Kayu di Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah. Sekolah ini menerapkan sistem pendidikan Swiss, yaitu 70% praktik dan 30% teori. Harapannya, para lulusannya dapat mengisi kebutuhan industri 4.0. Hal ini sejalan dengan target pemerintah untuk membangun kualitas sumber daya manusia.