Bangun Tol 2.700 km, Hutama Karya Butuh PMN Rp 10-15 Triliun per Tahun

KATADATA/HARI WIDOWATI
Tol Medan-Binjai akses Marelan-Tanjung Mulia yang dibangun oleh PT Hutama Karya (Persero) akan diresmikan Presiden Joko Widodo pada 8 Maret 2019. Tol ini merupakan bagian dari Trans Sumatera yang akan menghubungkan Aceh hingga Lampung sepanjang 2.765 km yang ditargetkan tuntas pada 2024.
Penulis: Hari Widowati
6/3/2019, 19.08 WIB

PT Hutama Karya (Persero) membutuhkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 10 triliun-Rp 15 triliun per tahun hingga 2030 untuk membangun tol Trans Sumatera sepanjang 2.700 kilometer. Modal tersebut bisa digunakan untuk mendorong leverage perusahaan sebesar tiga kali lipat.

Direktur Utama PT Hutama Karya Bintang Perbowo mengatakan, estimasi biaya investasi untuk tol Trans Sumatera mencapai Rp 476 triliun. Tol tersebut akan menghubungkan Aceh hingga Lampung melalui 24 ruas jalan berbeda yang ditargetkan tuntas pada 2024.

Bintang menyebutkan, perseroan telah tiga kali menerima PMN, yakni pada 2015 sebesar Rp 3,6 triliun, 2016 sebesar Rp 2 triliun, dan 2019 sebesar Rp 10,5 triliun. Kebutuhan pendanaan pembangunan Tol Trans Sumatera ini akan dipenuhi dengan pendanaan dari modal, pinjaman, maupun opsi lainnya seperti sekuritisasi aset.

"Dengan penjaminan pemerintah, kami bisa mendapatkan pinjaman dengan bunga yang lebih murah," kata Bintang dalam Diskusi Kupas Tuntas Tol Trans Sumatera, di Medan, Rabu (6/3).

Beberapa ruas yang mendapatkan penjaminan pemerintah, antara lain Medan-Binjai Rp 481 miliar, Palembang-Indralaya Rp 1,24 triliun, dan Pekanbaru-Dumai Rp 12,26 triliun. Perseroan juga mendapatkan dana dari sekuritisasi aset JORR S senilai Rp 6,5 triliun. Pada Oktober 2018, perseroan juga mendapatkan komitmen pinjaman sindikasi senilai Rp 33 triliun dari bank Himbara maupun bank asing untuk pembangunan Tol Trans Sumatera.

Saat ini, Hutama Karya telah menyelesaikan pembangunan jalan tol sepanjang 180 kilometer, termasuk tol Bakauheni-Bandar Lampung-Terbanggi Besar sepanjang 140 kilometer yang akan diresmikan pada 8 Maret 2019. Tol Trans Sumatera yang sudah beroperasi saat ini adalah ruas Medan-Binjai-Helvetia, Palembang-Indralaya, dan Bakauheni-Bandar Lampung-Terbanggi Besar.

Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Brahmantio Isdijoso mengatakan, pemerintah mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan creative financing untuk membiayai pembangunan infrastruktur. BUMN konstruksi yang mendapatkan penugasan negara juga bisa melakukan subsidi silang.

"Ruas tol di Jawa ada yang memiliki internal rate of return (IRR) 16-18% padahal ketentuan di Kementerian PUPR hanya 12%. Kelebihannya bisa dialokasikan untuk capex di proyek yang ditugaskan," ujarnya. Hal ini bisa diterapkan untuk Tol Trans Sumatera di mana arus kendaraan belum sebesar di tol-tol yang ada di Jawa.

(Baca: Masuk ke Holding Infrastruktur, Tiga BUMN Karya Lepas Status BUMN)

Menyusun Master Plan Kawasan Industri

Bintang menambahkan, perseroan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga tengah menyusun master plan untuk kawasan industri di sepanjang jalur Tol Trans Sumatera. "Potensinya bisa (industri terkait) cokelat, kopi, alumina, karet, dan lain-lain," kata Bintang.

Sementara itu, Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan, Tol Trans Sumatera akan menjadi mesin pertumbuhan baru bagi Indonesia. Ada beberapa kluster kawasan industri yang akan berada di sepanjang koridor tol tersebut.

"Kita kembangkan rest area, kita buat juga pariwisata yang berorientasi tol ini bisa meningkatkan jumlah wisatawan dari 14 juta menjadi 20 juta wisatawan," kata Arif. Selain itu, jalur tol ini akan diintegrasikan dengan kawasan ekonomi khusus, pelabuhan, jalur sepeda motor, dan serat optik. Semua hal tersebut akan menopang pergerakan ekonomi di sekitar Tol Trans Sumatera.

(Baca: Jalan Tol Bakauheni-Palembang Sudah Bisa Dipakai Mudik Lebaran 2019)