Perkumpulan negara produsen sawit dunia (CPOPC) mengkhawatirkan langkah Uni-Eropa mendiskriminasi sawit melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kekhawatiran ini didasari oleh upaya Uni-Eropa mengusulkan resolusi, dalam laporan berjudul Deforestasi dan Rantai Pasok Komoditas Pertanian yang menyerang kelapa sawit.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan para menteri CPOPC prihatin terhadap kebijakan diskriminasi Uni-Eropa yang langsung disampaikan kepada Pertemuan Lingkungan PBB. "Kami lebih senang kalau mereka langsung menyerang lewat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)," kata Darmin di Jakarta, Kamis (28/2).
(Baca: Tiga Menteri Negara Produsen Siap Lobi Kebijakan Anti-Sawit Uni-Eropa)
Alasannya, PBB merupakan organisasi yang tidak memiliki aturan baku dalam perdagangan internasional. Sementara itu, CPOPC menilai diskriminasi kelapa sawit yang dilakukan Uni-Eropa berdasarkan asas perdagangan yang mengutamakan kepentingan penjualan rapeseed.
Di sisi lain, WTO memegang prinsip dasar yang melarang adanya diskriminasi terhadap satu komoditas. "Langkah yang diakukan Uni-Eropa jelas-jelas sudah menyerang kelapa sawit, apalagi ada kepentingan untuk melindungi komoditas lainnya," ujar Darmin.
Oleh karena itu, CPOPC akan melakukan pendekatan kolaborasi dengan organisasi multilateral PBB seperti Program Lingkungan PBB (UNEP) dan Organisasi Makanan dan Pertanian (FAO). Sebab, kelapa sawit berkontribusi terhadap peningkatan peran petani kecil yang tercantum dalam SDGs 2030 milik PBB.
Menurutnya, konsep resolusi Uni-Eropa melalui instrumen unilateral menyerang negara produsen sawit dalam rangka mencapai SDGs. Hal ini juga dikhawatirkan menyebabkan produksi kelapa sawit untuk ekspor juga terhambat. Sehingga dapat mengganggu prinsip kedaulatan negara.
(Baca: Indonesia Tolak Keputusan Uni-Eropa Terkait Aturan Anti-Sawit)
Menteri Industri Utama Malaysia Teresa Kok juga menyampaikan hal senada. Dia menuturkan bakal terus memonitor perkembangan diskriminasi sawit oleh Uni-Eropa lewat sertifikat sawit berkelanjutan Malaysia (MSPO).
Teresa mengungkapkan capaian sertifikasi MSPO sudah mencapai sekitar 30% dari keseluruhan produksi sawit Malaysia. "Sertifikasi mencakup ketelusuran dari hulu sampai hilir industri, kami menargetkan 100% hingga akhir tahun," katanya.