Diversifikasi Usaha, BUMI akan Bangun Industri Kimia Senilai Rp 33,6 T

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi tambang batu bara. Bumi Resources berencana membangun kawasan industri hilirisasi batu bara senilai US$ 2,4 miliar.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
13/2/2019, 07.55 WIB

PT Bumi Resources Tbk. berencana membangun kawasan industri kimia Batuta Chemical Industrial Estate di Bangalong, Kalimantan Timur. Kawasan pengolahan batu bara menjadi gas methanol dan bakar diesel ini menjadi salah satu upaya perusahaan Grup Bakrie tersebut untuk bangkit dan melakukan diversifikasi usaha.

Menurut Presiden Direktur Bumi Resources Saptari Hoedjaja, rencana pembangunan kawasan industri ini bukan sekadar langkah perusahaan melakukan diversifikasi bisnis. Tapi, juga untuk memperbaiki performa perusahaan di mata investor, khususnya investor asing.

"Setiap kali kami roadshow ke luar negeri, pertanyaan investor adalah 'apa yang baru dari bisnis Bumi?'," kata Saptari dalam pertemuan dengan sejumlah media massa di Jakarta, Selasa (12/2). Pertanyaan-pertanyaan itu dilontarkan investor karena membutuhkan stimulus baru untuk mengangkat kembali harga saham Bumi Resources yang saat ini berkutat di level Rp 100-an per saham.

Karena itulah, Bumi Resources merencanakan diversifikasi usaha dan investasi baru. Nilai proyek untuk pembangunan pabrik gasifikasi tersebut sekitar US$ 1,7 miliar, sedangkan untuk pabrik pengolahan batu bara menjadi bahan bakar diesel nilainya sekitar US$ 600 juta. Sehingga, total nilai investasi kawasan industri kimia Batuta itu sekitar US$ 2,4 miliar atau setara dengan Rp 33,6 triliun.

"Batuta itu adalah tempat atau industrial estate yang kami siapkan untuk membuat hilirasi batu bara. Batu bara digasifikasi menjadi methanol. Dari methanol bisa menjadi fuel diesel," kata Saptari ketika ditemui di Jakarta, Selasa (12/2).

Untuk menyokong fasilitas gasifikasi dan proses produksi diesel tersebut, mereka juga akan membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

(Baca: BPH Migas Ungkap Potensi Pasar dan Pasokan Proyek Gas di Kalimantan)

Saptari mengungkapkan, kawasan industri Batuta diperkirakan akan mampu menyerap 5 juta ton batu bara berkalori 4.200 per tahunnya. Sebanyak 3 juta ton untuk gasifikasi dan produksi diesel, lalu sisanya dapat digunakan untuk PLTU. Nantinya, gas methanol hasil proses gasifikasi bisa dijual untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Pasokan methanol dari dalam negeri masih kurang karena kebutuhan dalam negeri masih dipenuhi melalui impor. "Kalau methanol bisa dijual ke mana-mana. Di Indonesia (methanol) masih impor. Domestik saja dulu pasarnya," ujarnya.

Sementara hasil pengolahan batu bara menjadi bahan bakar diesel akan digunakan untuk kebutuhan produksi Bumi Resources. Tujuannya yaitu menekan biaya produksi mereka. Saptari mengatakan, biaya bahan bakar diesel untuk seluruh tambang milik Bumi Resources mencapai US$ 600 juta per tahun atau sekitar 30% dari total biaya produksi. "Yang fuel dipakai sendiri dong," katanya.

Kepastian nilai proyek tersebut sendiri masih menunggu studi kelayakan bisnis (feasibility study) yang direncanakan rampung pada Juni mendatang. Selanjutnya, Bumi Resources akan menawarkan proyek ini kepada investor karena rencananya kawasan industri Batuta akan dibangun dengan skema patungan atau joint venture.

Setelah mendapatkan investor, kawasan industri ini akan mulai dibangun tahun depan. Proses pembangunannya diperkirakan memakan waktu 3-4 tahun, sehingga kawasan tersebut dapat beroperasi paling lambat tahun 2024 mendatang.

(Baca: Target Produksi Batu Bara Tahun Ini Dipangkas 3,9%)