Pelaku industri mendorong para duta besar Indonesia untuk melakukan diplomasi ekonomi guna meningkatkan ekspor komoditas andalan. Sebab, dengan situasi perekonomian dunia yang semakin tidak menentu dinilai membutuhkan peran para duta besar untuk berhubungan langsung dengan negara mitra perdagangan internasional.
Managing Director Sinar Mas Gandi Sulistiyanto menyatakan pemeritah perlu menggencarkan diplomasi ekonomi, salah satunya melalui duta besar sebagai ujung tombak dalam mempromosikan serta mensosialisasikan komoditas andalan Indonesia di luar negeri. "Penting bagi kami untuk membuka diri, berbagi informasi dengan para duta besar yang menjadi ujung tombak diplomasi di luar negeri," kata Sulistiyanto di Jakarta, Kamis (24/1).
(Baca: Pengusaha Minta Pemerintah Selesaikan Hambatan Dagang dengan AS)
Pertemuan pagi tadi juga dihadiri sejumlah kalangan asosiasi industri seperti Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), serta Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) untuk berbagi informasi kepada duta besar. Tercatat, sebanyak 22 duta besar ikut dalam pemaparan tersebut.
Asosiasi industri pun berbagi informasi dan perspektif seputar potensi, pola operasi, keunggulan, kontribusi dan tantangan yang industri hadapi. Terlebih dengan situasi politik dan ekonomi secara global semakin bergejolak sehingga mengakitkan sejumka negara melakukan proteksionisme dagang.
Sulistiyanto menyebutkan, Indonesia memiliki sejumlah komoditas andalan ekspor. Sebagai penghasil minyak kelapa sawit (CPO) misalnya, ekspor Indonesia sempat menembus US$ 22 miliar pada 2017. Pada periode yang sama, sektor pulp dan kertas juga menyumbang devisa ekspor sebesar US$ 6 miliar. Selain itu, batu bara juga berkontribusi mencapai US$ 21 miliar.
(Baca: Jokowi Lantik 16 Duta Besar Baru, Terdiri dari Politisi dan Pejabat)
Namun, Indonesia juga kerap menghadapi sejumlah kendala ekspor seperti hambatan nontarif dari beberapa negara akibat kampanye negatif terhadap produk Indonesia. "Banyak gempuran disinformasi menyudutkan komoditas andalan ekspor Indonesia, sehingga ini menjadi tantangan baru," ujarnya.
Sementara itu, Duta Besar Indonesia untuk Zimbabwe Dewa Made Juniarta Sastrawan mengungkapkan setiap negara punya karakter tersendiri dalam perdagangannya. Sehingga, pemerintah perlu mengetahui secara spesifik serta mengidentifikasi masalah agar kendala itu bisa teratasi.
Di negara yang dia wakili misalnya, Zimbabwe menurutnya tidak memiliki pelabuhan. Sehingga perlu usaha khusus serta fokus untuk melakukan kegiatan ekspor ke sana. Selain itu, peraturan yang menghambat seperti bea masuk juga jadi permasalahan lain perdagangan ekspor.
Tak hanya itu, secara spesifik juga dia menjelaskan, duta besarbertugas untuk mencari informasi permintaan dari setiap negara. "Karenanya, kami harus bisa meningkatkan ekspor produk andalan," kata Dewa.