Menperin Paparkan Strategi Jangka Pendek Memacu Ekspor Manufaktur

ANTARA FOTO/Risky Andrianto
Pekerja menyelesaikan proses perakitan bodi mobil di pabrik PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Karawang, Jawa Barat, Kamis (29/3/2018). Toyota Manufacturing salah satu pabrik yang menerapkan industri 4.0.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
8/1/2019, 16.59 WIB

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi untuk peningkatan ekspor produk manufaktur dalam jangka pendek. Strategi itu antara lain mencakup penyederhanaan prosedur biaya ekspor serta pemilihan komoditas ekspor unggulan untuk peningkatan daya saing. 

Airlangga menjelaskan industri dalam negeri memerlukan insentif agar bisa kompetitif di pasar global. "Kita perlu memanfaatkan kapasitas yang masih potensial (ditingkatkan) untuk produk ekspor unggulan," kata dia di Jakarta, Selasa (8/1).

(Baca: Tak Capai Target, Mendag Prediksi Pertumbuhan Ekspor 2018 hanya 7,5%)

Pada industri otomotif misalnya, yang mana saat ini memiliki kapasitas produksi kendaraan sekitar 2 juta unit, sementara penggunaan domestik baru 1,1 juta unit dan ekspornya sekitar  300 ribu unit. "Sisa kapasitas itu yang bisa dimanfaatkan untuk ekspor," ujarnya.

Namun untuk menggenjot ekspor, sektor otomotif memerlukan insentif perpajakan seperti PPnBM untuk produksi mobil sedan. Begitu pun dengan sektor tekstil dan produk tekstil yang masih bermasalah pada sulitnya penggunaan bahan baku dalam negeri.

Selain mengoptimalkan  kapasitas produksi, Airlangga juga menyebut kebijakan lain yang ditempuh pemerintah lainnya adalah fokus pada peningkatan ekspor berbasis nonkomoditas bernilai tambah tinggi.  Kebijakan juga untuk meningkatkan industrialisasi produk berstandar global melalui peningkatan nilai tambah serta penciptaan lapangan kerja juga akan menjadi startegi peningkatan ekspor produk manufaktur pemerintah lainnya.

Dalam meningkatkan akses pasar, menurut Airlangga, pemerintah juga akan menyelesaikan kesulitan persaingan dalam ekspor tekstil dan otomotif. Penyelesaian perjanjian dagang Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) dan Australia bisa mengerek perdagangan kedua sektor.

Saat ini pihaknya mencatat terdapat sejumlah sektor unggulan yang dimasukan dalam peta jalan industri 4.0.  Industri tersebut di antaranya,  industri kimia, tekstil dan produk tekstil, elektronik, kimia, otomotif, serta makanan dan minuman. Adapun, industri perikanan, permesinan, peralatan kesehatan, produk kayu, kertas, serta sepeda juga dinilai berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi produk ekspor unggulan.

Untuk sektor elektronik, pemerintah juga rencananya akan membuat peta jalan terkait penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Dengan begitu, ada nilai tambah yang bisa dinikmati industri dalam negeri. "Jangan sampai pembangunan infrastruktur teknologi kita bangun, tetapi bahan baku masih ketergantungan dari negara lain," kata Airlangga lagi.

(Baca: Prospek Perdagangan 2019: Dihantui Perang Dagang dan Tekanan Ekspor)

Sementara itu, industri juga bakal mendapatkan fasilitas kredit ekspor dari lembaga pembiayaan. Salah satu contoh industri yang akan mendapatkan kebijakan itu adalah industri alat berat.

Dengan berbagai strategi peningkatan ekspor tersebut, dia pun berharap bisa membantu memperbaiki neraca dagang.