Amerika Serikat (AS) menolak pemberian insentif bea masuk untuk produk panel kayu asal Indonesia. Penolakan itu dilakukan berdasarkan review atau pengkajian produk Generalized Systems of Preference (GSP) periode 2017/2018 pada 15 November 2018.
Direktur Perundingan Bilateral Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini menyatakan pengkajian produk-produk yang memperoleh insentif bea masuk dilakukan AS setiap tahun.
"Dulu plywood (panel kayu) pernah mendapatkan GSP, tetapi karena dianggap kompetitif sudah keluar, kami coba masukkan lagi," kata Made di Jakarta, Senin (7/1).
(Baca: Ancaman Baru Fasilitas Dagang Amerika untuk Indonesia)
Dalam dokumen permintaan yang dikirim kepada USTR tertanggal 16 April 2018, Indonesia meminta beberapa komoditas dimasukan kembali dalam penerima fasilitas GSP. Selain panel kayu, ada juga tembakau, panel bambu, serta aluminium.
Menurut Made, panel kayu Indonesia merupakan produk yang digunakan AS untuk beberapa tujuan seperti material konstruksi atau papan seluncur dan set film. Kemudian, AS juga menggunakan kayu untuk membangun kendaraan rekreasional (RV).
Pada 2017, AS mengimpor panel kayu Indonesia dengan nilai mencapai US$ 176 juta. "Indonesia menjadi penyuplai utama panel kayu di pasar AS selama sembilan tahun," tulis Made dalam dokumen itu.
Sementara itu, Pengurus Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) Bidang Pemasaran dan Hubungan Internasional Gunawan Salim menyebutkan AS merupakan salah satu pasar ekspor utama Indonesia. Selain itu, Jepang dan Korea Selatan juga tercatat sebagai importir utama panel kayu.
(Baca: Enggar Berharap Kajian Fasilitas Bea Masuk Impor AS Diumumkan November)
Gunawan menjelaskan, produk panel kayu Indonesa sudah cukup kompetitif. Sehingga dengan pencabutan fasilitas GSP diperkirakan tak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan perdagangan. "Ada pengaruh, tetapi jadi dapat atau tidak ya pengaruhnya tidak signifikan," katanya.
Pengkajian produk untuk fasilitas GSP berbeda dengan pengkajian negara. Saat ini, Indonesia masih berada dalam kajian kelayakan negara untuk menerima GSP berdasarkan dua faktor, yaitu akses pasar dan hak kekayaan intelektual.