Pemerintah Segera Terbitkan Perpres 7 Perjanjian Dagang Internasional

Kemendag
Presiden Joko Widodo menghadiri acara pembukaan KTT ASEAN ke-31 di Manila, Filipina, Senin (13/11).
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
8/11/2018, 07.51 WIB

Pemerintah segera menyelesaikan proses ratifikasi 7 perjanjian perdagangan internasional. Terdapat enam perjanjian dagang Asia Tenggara (ASEAN) serta satu perjanjian dagang bilateral yang akan diterbitkan melalui Peraturan Presiden (Perpres).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan proses ratifikasi akan dilakukan melalui Perpres karena proses pengesahan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah melampaui tenggat 60 hari sejak diajukan. "Kami akan sampaikan rancangan Perpres kepada presiden," kata Darmin di Jakarta, Rabu (7/11) malam.

Menurutnya, penandatangan ketujuh perjanjian dagang melalui pertimbangan Undang-undang Perdangangan. Keputusan ratifikasi melalui Perpres juga karena pengajuan telah diserahkan kepada DPR sejak 2015, namun tak kunjung mendapatkan respons.

(Baca: Negosiasi Panjang Perjanjian Dagang RI-Australia Akhirnya Rampung)

Darmin menjelaskan keputusan penandatangan Perpres ratifikasi berada pada Presiden Joko Widodo. Namun, dia meminta Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita agar memberikan laporan kepadapihak perwakilan ASEAN pada agenda ministerial meeting yang akan digelar di Singapura, pekan depan.

Menurutnya, Indonesia berpotensi memiliki kerugian cukup besar jika tidak melakukan ratifikasi, terutama untuk perdagangan barang, perdagangan jasa maupun kemudahan investasi. "Kita satu-satunya negara yang belum melakukan ratifikasi di Asia Tenggara," ujar Darmin.

Salah satu contoh potensi kerugian bila Indonesia tidak meratifikasi perjanjian perdagangan internasional (PPI) tersebut, misalnya pada Protocol to Amend Indonesia-Pakistan PTA (IP-PTA). Pakistan bisa “mengakhiri” PTA sehingga Indonesia akan kehilangan pangsa pasar CPO senilai US$ 1,46 miliar (2017) dari Pakistan. Di sisi lain,  pasar CPO Indonesia bisa direbut Malaysia yang saat ini sedang meningkatkan perjanjian kerja sama perdagangan bebas (FTA) bilateralnya dengan Pakistan. 

Total perdagangan Indonesia dengan Pakistan pada 2017 nilainya mencapai US$ 2,63 miliar yang terdiri dari ekspor US$ 2,39 miliar dan impor US$ 241,1 juta. Dengan begitu ada surplus bagi Indonesia senilai US$ 2,15 miliar.

(Baca : Australia Akan Beri Bea Masuk 0% untuk Produk Mobil dan Garmen RI)

Berikut ketujuh perjanjian dagang yang akan terbit Perpres ratifikasi:

1. First Protocol to Amend the AANZFTA Agreement, sudah disampaikan kepada DPR pada tanggal 5 Maret 2015.
2. Agreement on Trade in Services under the ASEAN-India FTA (AITISA), sudah disampaikan kepada DPR pada 8 April 2015.
3. Third Protocol to Amend the Agreement on Trade in Goods under ASEAN-Korea FTA (AKFTA), sudah disampaikan kepada DPR pada 2 Maret 2016.
4. Protocol to Amend the Framework Agreement under ASEAN-China FTA (ACFTA), sudah disampaikan kepada DPR pada tanggal 2 Maret 2016.
5. ASEAN Agreement on Medical Device Directive (AMDD), sudah disampaikan kepada DPR pada 22 Februari 2016.
6. Protocol to Implement the 9th ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS-9), sudah disampaikan kepada DPR pada 23 Mei 2016.
7. Protocol to Amend Indonesia-Pakistan PTA (IP-PTA), sudah disampaikan kepada DPR pada tanggal 30 April 2018.

Reporter: Michael Reily