Perundingan Perdagangan Bebas Eropa Rampung, RI Bersiap Genjot Ekspor

Arief Kamaludin | Katadata
Peti Kemas Ekspor
Penulis: Ekarina
6/11/2018, 00.21 WIB

Pemerintah Indonesia bersama empat negara yang tergabung dalam European Free Trade Association (EFTA), yaitu yaitu Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia telah menyelesaikan perundingan Indonesia-European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) secara substantuf. Pemerintah berharap, perjanjian kemitraan IE-CEPA akan mendorong semakin terbukanya akses pasar  Indonesia di Eropa yang diikuti peningkatan ekspor barang maupun jasa.

“Selesainya IE-CEPA merupakan capaian besar bagi kedua pihak, karena artinya Indonesia akan memiliki kesempatan lebih luas memasuki pasar EFTA yang memiliki kemitraan European Economic Area (EEA) dengan Uni Eropa. Akses pasar ke EFTA akan menjadi jembatan menuju pasar Uni Eropa yg lebih luas,” ujar Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam keterangan resmi.

Enggar menegaskan, seluruh isu telah diselesaikan dalam perundingan itu  di antaranya mengenai  akses pasar, teks (rules) maupun cooperation. Selanjutnya negara yang terlibat perundingan tinggal  melakukan legal scrubbing dan penerjemahan.

Adapun pengumuman secara resmi atas penyelesaian perundingan akan dilakukan di Jenewa pada akhir November, dimana keempat Menteri EFTA akan melakukan pertemuan tahunan.

Menurut Enggar, perjanjian kemitraan IE-CEPA akan mendorong pembukaan akses pasar yang lebih luas, peningkatan ekspor barang dan jasa, menarik investasi, dan program-program kerja sama yang akan didapatkan dari negara-negara anggota EFTA. (Baca: Mendag Percepat Perundingan Perjanjian Dagang Kawasan Bebas Eropa)

Sebab, selain dapat memasarkan produk Indonesia ke negara-negara anggota EFTA seperti melalui produk perikanan, pertanian (sawit, kakao, kopi, buah-buahan), perkebunan, tekstil, manufaktur, industri dan lain sebagainya, IE-CEPA juga dapat menjadi pintu masuk produk ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa. "Kedua kawasan telah terintegrasi dalam hal standardisasi maupun ketentuan teknis berbagai aspek perdagangan," ujar Enggar.

Dia juga menekankan, peluang ini harus bisa diamanfaatkan secara optimal oleh pelaku usaha, dalam rangka meningkatkan daya saing Indonesia di pasar Eropa. Indonesia bahkan dianggap selangkah lebih maju dibanding negara tetangga seperti  Malaysia dan Vietnam yang sedang dalam proses perundingan EFTA maupun Filipina serta Singapura yang telah menyelesaikan perjanjian dagang lebih dulu.

Proses perundingan IE-CEPA ditempuh dalam waktu cukup lama atau sekitar tujuh tahun. Setelah berlangsung selama sembilan putaran, perundingan sempat terhentsementara pada 2014 karena proses pergantian pemerintahan di Indonesia. Namun pada 2016, Indonesia dan EFTA sepakat melanjutkan perundingan hingga akhirnya menyelesaikan perundingan pada November 2018.

(Baca : Negosiasi Panjang Perjanjian Dagang RI-Australia Akhirnya Rampung)

Menurut data Kementerian Perdagangan, pada 2017 EFTA merupakan tujuan ekspor Indonesia urutan ke-23 dan negara asal impor ke-25, dengan nilai masing-masing sebesar US$ 1,31 miliar dan US$ 1,09 miliar. Di tahun yang sama, total perdagangan Indonesia-EFTA mencapai US$ 2,4 miliar dan surplus bagi Indonesia sebesar USD 212 juta.

Produk ekspor utama Indonesia yang dipasarkan ke EFTA antara lain perhiasan, perangkat optik, emas, perangkat telepon, dan minyak esensial. Sementara produk impor asal EFTA antara lain emas, turbo-jet, obat-obatan, pupuk, dan campuran bahan baku industri. Nilai investasi negara anggota EFTA di Indonesia pada 2017 mencapai US$ 621 juta.

Selain menyelesaikan perundingan IE-CEPA, dalam setahun terakhir Indonesia juga tercatat telah menyelesaikan dua perundingan dagang lain seperti IC-CEPA (Chile) pada Desember 2017 dan IA-CEPA (Australia) pada bulan Agustus 2018.