Lenzing Siapkan Rp 75 Miliar untuk Inovasi di Pabrik Serat Kain

ANTARA FOTO/Maulana Surya
Peserta beasiswa industri tekstil mengikuti praktek pelatihan di Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Senin (12/3/2018).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Pingit Aria
23/10/2018, 17.59 WIB

Perusahaan asal Austria, Lenzing Group membangun pusat inovasi senilai US$ 5 juta atau Rp 75,87 miliar bernama Lenzing Center of Excellence (LCoE) di Purwakarta, Jawa Barat. Fasilitas ini bakal digunakan untuk optimalisasi produk serat kain.

LCoE menghadirkan tiga generasi teknologi pemintalan benang, seperti ring, compact, siro, siro-compact, openend, airjet, dan morata vortex system (MVS) spinning. "LCoE akan mendukung proses optimalisasi dan pengembangan serat sesuai kebutuhan konsumen," kata Presiden Director Lenzing Indonesia, Christian Oberleitner di Purwakarta, Selasa (23/10).

Teknologi ini dapat diaplikasikan dalam teknik pemintalan tradisional maupun sistem berkecepatan tinggi lebih dari 500 meter per menit. Sehingga, mampu menghasilkan benang dengan tekstur kasar dan halus dari berbagai produk serat.

Berdasarkan pantauan Katadata, beberapa mesin di tahap pemintalan sudah menggunakan teknologi robotik. Alhasil, pemintalan tak membutuhkan terlalu banyak tenaga manusia. 

(Baca juga: Pacu Industri, Pemerintah Siapkan Diskon Pajak hingga 60 Persen)

Hanya ada empat orang yang dipekerjakan untuk setiap shift dalam tahap pemintalan. Dalam sehari, terdapat tiga shift pergantian jam kerja bagi mereka. "Kalau robotik kami masih semi. Ada yang automatic, tapi juga di setiap fungsi masih butuh pekerja," kata Technical Costumer Service Nonwoven South East Asia Lenzing Group, Hardian Wijayanto.

Ada pun proses pemintalan diawali dengan pekerja memasukkan bahan serat ke dalam mesin pencacah. Serat yang sudah dicacah tersebut kemudian dimasukkan ke mesin lain untuk dicetak menjadi lembaran. Kemudian, mesin akan meregangkan serat sampai halus dan lebih rata.

Serat tersebut lalu dibawa oleh pekerja ke mesin jenis ring, openend, atau SMV spinning untuk kemudian dipintal menjadi benang. Lantas, serat yang sudah dipintal ini akan diuji kualitasnya. 

Pengujian dilakukan di LCoE lantaran fasilitas ini juga menyediakan laboratorium dan analitik. "Nanti dikembalikan ke departemen quality and control di laboratorium," kata Hardian.

(Baca juga: Agar Kebal Perang Dagang, Industri Fesyen Butuh Lebih Banyak Desainer)

Lebih lanjut, LCoE juga memiliki mesin produksi kain skala kecil (merajut), pencelupan dan finishing. Sebagian besar peralatan produksi dan analisis itu berasal dari Eropa, Jepang dan Amerika Serikat. 

Nantinya, Lenzing akan mengadakan pertemuan rutin dan memfasilitasi pelatihan bagi para personel internal dan pelanggan melalui fasilitas LCoE. "LCoE juga akan memiliki ruang pamer yang memamerkan produk garmen baru dan inovatif yang diproduksi dengan serat Lenzing dan campurannya," kata dia.

Pabrik Lenzing di Purwakarta memiliki kapasitas produksi sekitar 830 ton per hari atau 323 ribu ton per tahun. Produksi tersebut sebanyak 55% disuplai untuk kebutuhan dalam negeri. Saat ini, Lenzing melalui PT South Pacific Viscose sudah memiliki lebih dari 100 mitra di Indonesia.

Sementara, 45% lainnya produksi serat Lenzing diekspor ke luar negeri. Christian mengatakan, produk serat paling banyak diekspor ke Turki, India, Bangladesh, dan Pakistan.

(Baca juga: Perubahan Musim Sebabkan Penurunan Ekspor Tekstil di September)