Pemerintah akan mengkaji lagi kemitraan dagang dengan beberapa negara. Hal ini merupakan salah satu strategi untuk mengatasi defisit yang terjadi pada neraca perdagangan.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mencontohkan, beberapa negara yang diajak bernegosiasi lagi adalah Singapura dan Thailand. Ini karena perdagangan Indonesia dengan dua negara tersebut nyaris selalu defisit. "Negosiasi perlu dilakukan agar kemitraan mencerminkan keuntungan dua belah pihak," kata dia di Jakarta.

Selain dua negara tersebut, tidak tertutup kemungkinan negara lain juga akan diajak bernegosiasi. "Seperti Tiongkok juga bisa," kata dia.

Erani mengatakan, nantinya Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan yang akan mengerjakan detail pembicaraan. Namun dia menjelaskan, negosiasi akan dilakukan dua arah dan bukan menggunakan model layaknya pemerintahan Amerika Serikat yang satu arah.

"Misal produk Indonesia apa yang bisa dimaksimalkan ke Singapura dan dari Singapura apa yang bisa dikurangi," kata dia.

Erani juga enggan menyebut kapan pembicaraan ini dimulai dan target selesainya. Menurut dia, perundingan seperti ini tidak dapat ditargetkan secara cepat dan memerlukan waktu antar Indonesia dengan negara bersangkutan.

(Baca: Ekspor RI Menyusut 6,58% di September 2018)

Selain hitung ulang perdagangan dengan negara mitra, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mandatori biodiesel 20%, hingga kenaikan Pajak Penghasilan Pasal 22. Selain itu Erani mengatakan pemerintah memacu ekspor dengan membuka pasar non tradisional.

Ekspor Indonesia sepanjang September 2018 kembali mencetak penurunan sebesar 6,58% menjadi US$ 14,83 miliar dibanding Agustus US$ 15,84 miliar.  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat turunnya nilai ekspor tersebut antara lain disebabkan oleh penurunan ekspor migas maupun nonmigas masing-masing sebesar 15,81% dan 5,67%.

Menurut data BPS, ekspor migas periode September 2018 tercatat sebesar US$ 1,2 miliar, turun 15,81% dibanding Agustus 2018 sebesar US$ 1,43 miliar. Sedangkan ekspor nonmigas pada September lalu tercatat US$ 13,62 miliar yang juga lebih rendah 5,67% dari bulan sebelumnya US$ 14,43 miliar.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution