Rencana Pengusaha Sawit Cari Dana untuk Petani di Forum IMF-Bank Dunia

Arief Kamaludin | Katadata
Petani kebun sawit.
Editor: Yuliawati
19/9/2018, 06.44 WIB

Kelompok pengusaha kelapa sawit berencana menggelar sebuah acara yang paralel dengan Annual Meeting International Monetary Fund (IMF)-  Bank Dunia di Bali, Oktober mendatang. Acara tersebut akan membahas Sustainable Development Goal's (SDG'S) di perkebunan kelapa sawit dan diselipi penggalangan dana untuk para petani sawit.

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan memaparkan acara yang digelar nantinya berharap dapat dapat membuka mata dunia bahwa petani sawit di Indonesia memerlukan dana bagi kelanjutan usahanya. Namun dia tidak menyebut berapa target pendanaan yang akan diraup dari acara tersebut.

"Terutama untuk petani kecil dan mandiri," kata di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Selasa (18/9).

(Baca juga: Pemerintah Bidik Dana Infrastruktur & Digital di Forum IMF-Bank Dunia)

Selain pendanaan berkelanjutan, hal lain yang dibahas mengenai kaitan industri sawit dengan perubahan iklim. Perkebunan kelapa sawit mendapat sorotan dunia karena dianggap menyumbang emisi besar yang memberikan pengaruh kepada perubahan iklim.

"Poin-poinnya sedang kami susun," kata Paulus.

Saat ini jumlah luas perkebunan sawit mencapai 14,03 juta hektare, yang sebagian besar dimiliki pengusaha besar sekitar 59%. Sisanya dimiliki petani 40% dan perkebunan negara 1%.

Produktivitas kelapa sawit yang dihasilkan petani masih tertinggal jauh dari kalangan pengusaha. Lahan petani hanya mampu menghasilkan sekitar 3 ton kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) per hektar sementara pengusaha mampu menghasilkan 5-6 ton CPO per hektar.

Isu lingkungan hidup membuat ekspor kelapa sawit anjlok di pasar ekspor. Untuk menyiasati penyerapan kelapa sawit dalam negeri, pemerintah mewajibkan penggunaan campuran minyak sawit (Fatty Acid Methyl Ester/FAME) 20% dengan solar 80%.

Produk yang dikenal dengan Biodiesel 20% atau B20 ini telah wajib digunakan oleh sektor pelayanan umum (Public Service Obligation/PSO) mulai 2016, dan berlaku wajib digunakan untuk semua sektor termasuk non-PSO mulai 1 September 2018.

(Baca juga: Kebijakan B20 Tak Mulus, Pemerintah Hitung Ulang Penghematan Devisa)