Tak Khawatir Terjadi Krisis, Pengusaha Antisipasi Pelamahan Rupiah

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Ekarina
7/9/2018, 16.47 WIB

Kalangan pelaku usaha mengaku tak khawatir dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) saat ini. Alasannya, depresiasi rupiah yang terjadi saat ini, kondisinya tak seperti krisis moneter pada 1998.

Meski demikian, mereka tetap mengantisipasi terjadinya pelemahan rupiah. Sebab, kondisi tersebut turut berimbas terhadap kegiatan operasional beberapa sektor usaha yang banyak melakukan impor dan memiliki pinjaman berbentuk dolar AS.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, salah satu sektor usaha yang rentan terdampak depreasi nilai tukar adalah industri makanan dan minuman (mamin). Sebab, kata Shinta, sektor mamin perlu melakukan banyak impor untuk bahan baku produksi mereka.

"Karena dia impor kemudian terpaksa harus menaikkan harganya. Ini saya rasa sektor yang berpengaruh untuk konsumsi di Indonesia," kata Shinta di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (7/9).

(Baca : Margin Perusahaan Makanan Minuman Menyusut seiring Pelemahan Rupiah)

Shinta juga menyebut beberapa kalangan usaha telag mengantisipasi pelemahan nilai tukar melalui strategi efisiensi. Menurut Shinta, perusahaan bakal mengerem dan mengendalikan beberapa proyek yang sudah mereka miliki saat ini.

Selain itu, para pengusaha juga mulai melakukan lindung nilai (hedging) atas utang luar negeri. Dengan demikian, dampak pelemahan rupiah terhadap keuangan perusahaan dapat ditekan.

"Sekarang sudah mulai kelihatan bahwa perusahaan banyak yang antisipatif, juga hedging bisa dilakukan. Ini yang saya rasa sama-sama harus kami lalui," kata Shinta.

(Baca : Harga Daging Ayam Melonjak, KFC Kerek Harga Jual)

Pada perdagangan Selasa kemarin (4/9), nilai tukar rupiah sempat  menyentuh Rp 14.935 per dolar AS. Posisi ini merupakan level terendah dalam 20 tahun terakhir.

Tak hanya di Indonesia, pelemahan nilai tukar juga dialami mata uang Asia lainnya, namun dengan angka penurunan hanya berkisar 0,1% sampai 0,51%. Ini artinya, nilai tukar rupiah melemah paling tajam.