Pemerintah berupaya menjaga stabilitas harga kedelai sebagai salah satu bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe. Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) retan mempengaruhi harga kedelai karena sebagian besar komoditas tersebut masih diperoleh dari impor.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan akan terus melakukan pendekatan kepada importir dan distributor kedelai. “Kami sudah meminta mereka untuk tidak menaikkan harga,” kata Enggar di Jakarta, Kamis (5/9).
Enggar menjelaskan harga kedelai di AS terpengaruh dua faktor. Pertama, nilai tukar dolar AS yang semakin menguat sehingga harganya semakin mahal. Kedua, penurunan harga karena permintaan pasar global terhadap kedelai yang berkurang.
(Baca : Bulog akan Bangun 7 Gudang Kedelai Kapasitas 24.500 Ton)
Dia menuturkan, perang dagang antara AS terhadap banyak negara membuat stok kedelai di AS cukup tinggi. “Perang dagang memberi sedikit memberi keuntungan,” ujar Enggar.
Dia pun menyatakan akan terus berkoordinasi dengan distributor dan importir kedelai untuk memastikan harga jual kedelai tidak melonjak drastis. Namun, pendekatannya masih tergantung oleh nilai tukar rupiah yang semakin melemah terhadap dolar AS.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) Yusan mengungkapkan harga jual kedelai saat ini sudah ada kenaikan yakni berada pada kisaran Rp 7.050 sampai Rp 7.100 per kilogram. “Ada kenaikan tetapi tidak signifikan,” kata Yusan.
(Baca : Bulog Penetrasi Pasar Beras Premium Kemasan 275 Ribu Sachet)
Yusan mengakui harga kedelai akan mengikuti harga internasional atau mengikuti mekanisme pasar tergantung penawaran dan permintaan.
Dia menyebutkan, stok kedelai tiap bulan dijaga pada kisaran 150 ribu sampai 200 ribu ton. Sementara kebutuhan nasional pada 2018 lebih tinggi, sebesar 2,7 juta ton.