Aturan Wajib Label Beras Akan Berlaku 25 Agustus 2018

ANTARA FOTO/Rahmad
Pedagang beras di Pasar Inpres Lhokseumawe, Aceh, Rabu (21/6).
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
21/8/2018, 08.00 WIB

Kementerian Perdagangan akan mulai mewajibkan pencantuman label pada kemasan beras pada 25 Agustus 2018. Aturan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 59 Tahun 2018 berlaku tiga bulan setelah diundangkan pada 25 Mei 2018 lalu.

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Anggriono menyatakan setiap label kemasan perlu mencantumkan informasi yang benar dan lengkap. “Beras yang dikonsumsi masyarakat harus dijamin keamanannya dan diketahui asalnya,” kata Veri dalam keterangan resmi, Senin (20/8).

Dia menjelaskan, kewajiban pencantuman label pada kemasan beras berlaku untuk jenis beras premium, medium, dan khusus. Label harus memuat keterangan mengenai merek, jenis beras, keterangan campuran apabila dicampur dengan varietas beras lain, berat bersih, tanggal pengemasan, dan nama serta alamat pengemas beras atau importir beras.

(Baca : Aturan Wajib Label Kemasan Beras Tuai Pro-Kontra Pelaku Usaha)

Selain itu, kemasan yang berbahan plastik wajib mencantumkan logo tara pangan dan kode daur ulang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Kewajiban pencantuman label pada kemasan beras, dikecualikan pada beras yang diperdagangkan dan dikemas secara langsung di hadapan konsumen,” ujar Veri.

Aturan itu juga mengharuskan pelaku usaha, pengemas beras atau importir beras untuk mendaftarkan label sebelum menjual beras dalam kemasan. Pendaftaran dilakukan secara digital melalui portal web http://www.sipt.kemendag.go.id.

Veri juga menekankan bahwa bagi siapa saja  yang melanggar kewajiban pencantuman label pada kemasan beras wajib menarik beras dari peredaran dan dilarang memperdagangkan beras dalam kemasan yang tidak mencantumkan label yang telah terdaftar. “Bagi pelaku usaha yang tidak melakukan penarikan beras tersebut dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha oleh instansi penerbit,” katanya.

(Baca : Pemerintah Siap Terbitkan Aturan Penurunan HET Beras Medium)

Permendag 59/2018 yang mulai beredar pada Juni lalu ini sempat menuai pro-kontra dari pelaku usaha. Ketua Umum Persatuan Pengusaha Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi) Soetarto Alimoeso menyatakan aturan wajib pelabelan beras dalam kemasan mestinya  diberikan pengecualian kepada pengusaha kecil. Alasannya, sekitar 80% masyarakat membeli beras curah di pasar tradisional dan warung kelontong.

Aturan juga dinilai lebih efektif jika diarahkan kepada 20% penjualan beras yang transaksinya ditujukan untuk konsumen kelas menengah atas. Sehingga, pemerintah bisa memberikan masyarakat pilihan untuk barang  kebutuhan pokok.

“Penggilingan kecil umumnya bisa menyediakan beras murah dengan kualitas beragam tanpa packing,” kata Soetarto, beberapa waktu lalu.

Dia pun meminta agar pemerintah  tak menggeneralisir regulasi tersebut untuk seluruh pelaku usaha perberasan, sebab dikhawatirkan dapat membatasi ruang gerak penggilingan kecil. Soetarto juga berharap implementasi regulasi tersebut di lapangan tidak akan menghambat pengusaha kecil.

(Baca :  Harga Beras Variatif, Pedagang Akui Sulit Terapkan HET di Pasar)

Dikonfirmasi secara terpisah, salah satu produsen beras menyatakan tak keberatan dengan regulasi baru pemerintah dan menyatakan kesediaannya untuk mengganti kemasan sesuai dengan persyaratan Permendag 59/2018. “Kalau buat kami sebagai pengusaha akan ikuti aturan pemerintah,” ujar Presiden Direktur PT Buyung Poetra Sembada, Sukarto Bujung di Jakarta.

Meski terdengar sederhana, pelabelan beras di satu sisi juga menyimpan kekhawatiran. Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyatakan ada satu hal dalam aturan yang akan memberatkan pelaku usaha, yaitu syarat pencantuman varietas. Sebab, kebanyakan petani di Indonesia masih menanam  padi dengan menggunakan bibit yang berbeda-beda sehingga jenis varietasnya ikut berbeda pula.

Tak hanya itu, usaha penggilingan beras dan pengusaha besar pun akan kesulitan melakukan pengemasan karena jenis beras yang banyak macamnya. “Para pelaku usaha pasti membeli dari petani yang berbeda pola tanamnya,” kata Dwi.

Karena itu dia meminta agar penerapan peraturan bisa diberi pengecualian untuk golongan pengusaha kecil. Sebab, pengusaha kecil yang diharuskan melakukan pengemasan akan menaggung biaya tambahan pada ongkos kemas. Sehingga hal itu dapat menekan potensi keuntungan mereka.

Dwi pun menyarankan agar pemerintah bisa memberi syarat varietas yang jelas dan jenis apa saja untuk dicantumkan ke dalam label beras nantinya.  Meski begitu, dia pun mendukung persyaratan label sebagai proses  edukasi dan upaya memenuhi hak informasi pemerintah ke konsumen.

Alasannya, pemerintah memang seharusnya memberi jaminan terkait komoditas pangan yang akan dikonsumsi masyarakat. “Konsumen harus punya hak untuk tahu dan hak untuk memilih, namun perhatikan juga sisi usaha,” ujarnya.