Pekerja Tiongkok di Kawasan Industri Morowali Diklaim Hanya 10,9%

Arief Kamaludin|KATADATA
Aktifitas pekerja
Penulis: Ihya Ulum Aldin
7/8/2018, 16.37 WIB

PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) menjawab dugaan banyaknya tenaga kerja asing (TKA), terutama asal Tiongkok, yang bekerja di Morowali, Sulawesi Tengah. Pengelola Kawasan Industri Morowali ini mengklaim hanya ada 10,9% pekerja Tiongkok di kawasan tersebut.

CEO IMIP Alexander Barus mengatakan ada 16 perusahaan yang masuk dalam Kawasan Industri Morowali. Sebanyak 13 diantaranya mempekerjakan TKA asal Tiongkok. Adapun jumlah pekerja Tiongkok sebanyak 3.121 orang, dari total 28.568 orang yang bekerja di kawasan tersebut.

(Baca: Ombudsman: Pengawasan Lemah, Banyak Pekerja Tiongkok Jadi Buruh Kasar)

Dari 16 perusahaan, PT Indonesia Guang Ching Nickel & Stainless Steel Industry (CGNS) yang paling banyak menyerap TKA, yaitu sebanyak 833 orang. Ini karena pabrik perusahaan ini sedang dalam tahap konstruksi. Alex juga mengakui perusahaannya mempekerjakan TKA asal Tiongkok. Namun, jumlahnya pun tak banyak. Hanya 1,4% atai 18 orang dari total 1.273 orang pekerja.

Menurutnya, serapan tenaga kerja lokal lebih banyak dari pekerja asing. Data IMIP mencatat pertumbuhan tenaga kerja lokal sepanjang akhir tahun 2017 hingga Juli 2018 sudah mencapai 6.891 orang. Dia memperkirakan jumlahnya akan kembali bertambah 4.553 orang hingga akhir tahun ini.

Alex menceritakan pekerja Tiongkok memang sudah banyak digunakan sejak kawasan industri ini berdiri. Pada 2013, PT Sulawesi Mining Investment (SMI) berencana membangun pabrik pemurnian alias smelter nikel. Perusahaan yang didirikan oleh Shanghai Decent Investment (Group) dan PT Bintang Delapan Investama ini harus mendatangkan pekerja asal tiongkok untuk membangun smelter tersebut.

(Baca: Pekerja Asal Tiongkok Terus Bertambah, Paling Banyak di Sektor Jasa)

Alasannya, teknologi smelter ini terbilang baru untuk Indonesia, makanya perlu tenaga ahli dari luar negara investor. "Bagaimana (pekerja lokal) bisa membangun, lihat barangnya saja tidak pernah," kata Alex ketika ditemui di Kantor IMIP, Morowali, Sulawesi Tengah pada Senin (6/8).

Smelter yang menghasilkan produk hilir berupa feronikel ini, dibangun oleh kontraktor Tiongkok, yaitu PT MCC 20 Indonesia Construction dengan menggunakan teknologi negara tirai bambu tersebut. Pada tahap konstruksi, smelter menggunakan banyak pekerja asal Tiongkok.

Namun, kata Alex, TKA yang bekerja saat konstruksi, saat sudah kembali ke negaranya. Karena ikatan kerjanya hanya kontrak saja. Sedangkan untuk operasional, TKA ini didampingi pekerja lokal sebagai bagian dari transfer teknologi. "Untuk yang di bidang operasional, juga sedikit demi sedikit kami gantikan dengan TKI. Kami tandemkan setiap satu operator Tiongkok, ada satu TKI, biar mereka bisa menyerap pengetahuan," ujarnya.

Kebutuhan tenaga kerja di Kawasan Industri Morowali sebenarnya masih sangat banyak. HRD Manager IMIP Achmanto Mendatu mengatakan 7 ribu pekerja masih dibutuhkan dari total 32 ribu orang untuk mengisi beberapa posisi. Mereka mencari pekerja tanpa keahlian (non-skill), operator, dan tenaga kerja calon tenaga ahli.

"Rekrutmen besar-besaran dilakukan sejak 2015 sebanyak 32 ribu. Sampai sekarang sudah ada 25 ribu yang diterima. Kemungkinan rekrutmen dilakukan hanya sampai akhir tahun 2018," katanya. (Baca juga: Wapres JK: Satu Tenaga Kerja Asing Ciptakan 100 Lapangan Kerja Lokal)

Selain itu, pihaknya juga berencana untuk melakukan proses perekrutan keliling di tiga kampus di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara, serta tiga kampus di Pulau Jawa. Dia berharap road show pencarian pekerja ini dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja, termasuk tenaga kerja ahli berlevel sarjana yang disiapkan untuk menggantikan tenaga kerja ahli dari Tiongkok.

Selain itu, Kawasan Industri Morowali juga berupaya melakukan rekrutmen pekerja dari warga sekitar. IMIP melakukan kerja sama dengan politeknik setempat, Politeknik Industri Logam Morowali. Kerja sama yang dilakukan adalah membentuk kurikulum sesuai kebutuhan industri.

Di politeknik itu, sejauh ini ada tiga program studi yaitu Perawatan Mesin, Kimia Mineral, dan Listrik & Instrumentasi. Masa studi D3 ini diperkirakan selama 3 tahun, saat ini baru ada satu angkatan dengan total maksimal 96 orang yang dihbarapkan bisa memasok tenaga kerja asal Indonesia ke perusahaan-perusahaan di kawasan industri yang dikelola IMIP.

(Baca: Kadin: Tak Masalah Pekerja Asing, tapi Punya Kemampuan dan Legal)