Kunjungan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mewakili Indonesia ke Amerika Serikat (AS) dalam rangka mempertahankan fasilitas bea masuk (Generalized System Preferences/GSP) untuk produk Indonesia ke AS membuahkan kesepakatan peningkatan perdagangan kedua negara hingga mencapai US$ 50 miliar.

Untuk mencapai target itu, kedua pihak sepakat membuat peta jalan (roadmap) untuk merinci jenis komoditas yang diperdagangkan. 

Pernyataan itu disampaikan kepada Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross. “Kami sepakat nilai perdagangan kedua negara terlalu rendah, jadi saya usulkan untuk peningkatan hingga dua kali lipat,” kata Enggar di Jakarta, Senin (6/8).

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, total nilai perdagangan Indonesia dengan AS pada 2017 mencapai US$ 25,9 miliar. Angka tersebut terdiri dari ekspor Indonesia mencapai US$ 17,79 miliar dan impor sebesar US$ 8,12 miliar. Alhasil, neraca perdagangan Indonesia terhadap AS surplus US$ 9,67 miliar.

(Baca : Pertahankan Fasilitas Bea Masuk Impor, Pemerintah Raih Dukungan di AS)

Untuk peningkatan perdagangan, kedua pihak sepakat untuk membuat peta jalan. Ekspor dan impor kedua negara juga akan diseimbangkan supaya perdagangan tidak hanya menguntungkan satu pihak.

Enggar menyatakan, dia bersama Ross telah membahas program GSP.  Mendag lantas meminta dukungan Ross melalui berbagai lobi dan negosiasi. “Kami tidak meminta begitu saja, tetapi menjelaskan dan melakukan transaksi,” ujarnya.

(Baca :  Pencabutan Insentif Bea Masuk Impor AS Berpotensi Merugikan Indonesia)

Tema pembicaraan yang sama juga disampaikan Enggar kepada Duta Besar United States Trade Representative (USTR) Robert Lightizer. Enggar meyakinkan peningkatan perdagangan kedua negara harus memerlukan dukungan AS dalam program GSP. Alasannya, bea masuk lebih rendah bakal menguntungkan kedua pihak karena volume perdagangan kedua negara bisa lebih besar.

Meski demikian, hasil review fasilitas GSP tak bisa diperoleh saat itu, sehingga pemerintah mesti menunggu keputusan berlanjutnya program GSP yang sedang dikaji oleh AS. “Intinya, kami telah melakukan langkah konkret sesuai perhatian mereka karena sebagai mitra strategis itu dasarnya adalah kepercayaan,” kata Enggar.