RI Bentuk Kelompok Kerja Antisipasi Perang Dagang AS dan Tiongkok

Arief Kamaludin | Katadata
Suasana pelabuhan ekspor.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Yuliawati
6/7/2018, 16.42 WIB

Pemerintah berencana membentuk kelompok kerja (working group) untuk antisipasi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengatakan pembentukan kelompok kerja untuk memperbaiki kinerja impor dan ekspor.

Kelompok kerja akan mengatasi sektor yang akan terkena dampak dari perang dagang di antaranya membanjirnya baja asal Tiongkok.

"Perlu membuat working group, working level agar industri baja, industri keramik itu bisa dimanfaatkan dalam negeri," kata dia di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian usai Rapat Koordinasi Peningkatan Ekspor dan Investasi Sektor Perindustrian, Jakarta, Jumat (6/7).

Airlangga menjelaskan, jika terjadi luapan produk baja, produksi baja dari dalam negeri oleh PT Krakatau Steel (Persero) akan sulit untuk meningkatkan utilisasi pabrik.

(Baca juga: Pengusaha Minta Pemerintah Waspadai Ketidakpastian Global)

Selain baja, Airlangga mengatakan dampak dari perang dagang berupa membanjirnya impor keramik dengan berbagai kualitas. Imbasnya, industri menengah ke bawah dapat sulit untuk bersaing dengan produk impor. "Apalagi kan kita belum bisa menurunkan harga gas sesuai dengan apa yang diharapkan industri," ujar dia.

Menurutnya, dampak dari perang dagang tersebut dapat semakin buruk karena harga gas yang tinggi. Sebab, jika industri tidak mendapatkan harga gas yang sesuai dengan harapan, industri akan terkena pukulan dua kali.

Adapun pemerintah akan lakukan penghematan dengan substitusi impor bahan baku untuk mendongkrak investasi. Impor yang disubstitusi ditentukan berdasarkan industri yang dapat menghasilkan devisa secara instan.

"Antara lain tentu untuk peningkatan utilisasi dari pabrik baja, pabrik keramik, pabrik semen, kemudian juga mendorong industri otomotif untuk ekspor," ujarnya.

Menurutnya, industri otomotif untuk ekspor membutuhkan instrumen Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk sedan. Sebab, pasar ekspor untuk otomotif ialah sedan.

(Baca : Pemerintah Antisipasi Lonjakan Impor Dampak Perang Dagang Tiongkok-AS)

Selain itu, pemerintah juga berencana untuk mengurangi ketergantungan impor dengan Australia, yaitu impor gandum dan sapi. Sebagai kompensasinya, Indonesia akan meningkatkan ekspor produk garmen dan otomotif. "Sehingga ini bisa segera dipertukarkan karena kita punya kapasitasnya," kata Airlangga.

Untuk sektor tekstil, Airlangga mengatakan akan menekan impor yang termasuk tinggi, yaitu parasilin atau petrochemicals yang menjadi bahan baku untuk serat dari petrokimia fiber. Jika impor parasilin dapat ditekan, Airlangga mengatakan penghematan dapat sebesar US$ 2 miliar dalam satu tahun.

Selain menghadapi gejolak perang dagang, Airlangga juga mengatakan akan mengantisipasi dampak pelemahan kurs. Pelemahan kurs terjadi akibat kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh Amerika.

Sejak tahun lalu, Amerika mendeteksi defisit perdagangan dengan Indonesia. Presiden AS Donald Trump memerintahkan penyelidikan atas "ketidakseimbangan perdagangan" antara Amerika Serikat dan 16 negara lain, termasuk Indonesia.

Saat ini Amerika sedang mempertimbangkan pemberlakuan tarif impor pada 124 produk Indonesia yang dikirim ke negerinya. AS tengah meninjau kembali program pembebasan tarif bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu (Generalized System of Preferences/GSP) dari Indonesia, termasuk kayu lapis dan kapas.

Sementara produk non-GSP yang sedang ditinjau oleh pemerintah AS termasuk tekstil, produk pertanian, udang, dan kepiting.

(Baca Juga : Trump Ancam Beri Tambahan Tarif untuk Produk Tiongkok US$ 200 Miliar)

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Amerika merupakan salah satu dari tiga tujuan ekspor non-migas yang utama bagi Indonesia. Dalam empat bulan pertama tahun 2018, ekspor non-migas yang dikirim ke Amerika mencapai US$ 5,85 miliar atau naik 3,6% secara year-on-year. Jumlah ini menyumbang 10,9% dari total ekspor nonmigas pada periode Januari-April 2018.

Sementara itu, impor produk AS ke Indonesia naik 27,1% (yoy) menjadi USS $ 3,07 miliar pada periode Januari-April 2018. Meski demikian, Indonesia berada di posisi paling atas dalam hubungan perdagangan AS-Indonesia dengan surplus perdagangan US $ 2,78 miliar.