Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Mei defisit US$ 1,52 miliar atau sekitar Rp 21,4 triliun. Secara kumulatif, defisit neraca perdagangan pada Januari – Mei 2018 mencapai US$ 2,8 miliar. Padahal periode sama tahun lalu, neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 5,9 miliar.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan bahwa bulan lalu, pada sektor minyak dan gas (migas) saja terjadi defisit sebesar US$ 1,24 miliar. Pada bulan lalu, BPS mencatat kenaikan nilai impor migas sebesar 20,95%, sementara volumenya naik 12,79%. “Ini karena harga minyak naik," ujarnya saat konferensi pers di kantornya, Senin (25/6).

Peningkatan volume impor migas disebabkan oleh kenaikan volume impor seluruh komponen migas, yaitu minyak
mentah 2,84 persen (46,2 ribu ton), hasil minyak 22,44 persen (US$448,8 juta), dan gas 5,99 persen (27,6 ribu ton).

Mengacu data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) rata-rata Januari - Desember 2016 mencapai US$ 40,13 per barel. Lalu pada 2017 mencapai US$ 51,19 per barel. Sementara realisasi rata-rata ICP Januari -Mei 2018 mencapai US$ 65,79 per barel.

(Baca juga: Jelang Puasa, Neraca Dagang April 2018 Defisit US$ 1,63 miliar)

Sementara neraca perdagangan nonmigas defisit US$ 279,9 juta. Defisit ini menurun dibanding bulan sebelumnya yang sebesar US$ 517,6 juta. Perbaikan neraca perdagangan non migas ini didukung oleh kenaikan ekspor beberapa produk, seperti timah yang naik 274% dibanding bulan sebelumnya (month to month/mtm); besi baja 45,67%; barang rajutan 38,09%; mesin dan peralatan listrik; serta bijih, kerak, dan abu logam.

Secara umum, kinerja ekspor selama Mei 2018 sebesar US$ 16,12 miliar atau naik 10,9% dibanding April 2018 dan 12,47% dibanding tahun sebelumnya (year on year/yoy). Sedangkan impor sebesar US$ 17,64 miliat atau naik 9,17% mtm dan 28,12% yoy. Produk yang impornya meningkat adalah mesin dan perlatan mekanik,  mesin dan peralatan listrik, gula dan kembang gula, dan kapal laut.


Nilai Ekspor dan Impor Indonesia (Jan 2017-Mei 2018)

Dilihat dari penggunannya, impor barang konsumsi pada Mei 2018 naik 14,88% dibanding bulan sebelumnya dan 34,01% dibanding tahun sebelumnya. Jenis produk yang impornya naik adalah beras asal Vietnam, gula putih asal Thailand, anggur dari Tiongkok, dan vaksin dari India. "Kami harap (kenaikan impor barang konsumsi ini) tercermin di (pertumbuhan) ke konsumsi rumah tangga," kata dia.

Selain itu, impor bahan baku pada bulan lalu naik 9,02% dibanding April 2018 dan 24,55% dari Mei 2017. Barang yang diimpor adalah emas, batubara untuk memasak, main port, dan beberapa jenis besi asal Tiongkok. Kemudian impor barang modal naik 6,63% mtm dan 43,4% yoy. Jenis barang yang diimpor adalah mesin pembuat tisu, laptop asal Tiongkok, mesin untuk kapal, dan alat pengolahan nikel.

(Baca juga: Usai Ditegur Jokowi, Mendag Menaikkan Target Ekspor Jadi 11%)

Alhasil, defisit neraca perdagangan antara Indonesia dengan Tiongkok menjadi US$ 8,1 miliar sepanjang Januari-Mei 2018. Defisit itu membengkak dibanding periode sama tahun lalu, yang sebesar US$ 5,87 miliar. Selain itu, defisit neraca perdagangan antara Indonesia dengan Thailand pun naik dari US$ 1,6 miliar menjadi US$ 2,1 miliar.

Sementara dengan Amerika Serikat (AS), neraca perdagangan Indonesia masih surplus sebesar US$ 3,6 miliar. Namun surplus itu menurun dibanding tahun lalu yang senilai US$ 4 miliar. Kemudian surplus neraca dagang dengan India juga menurun dari US$ 4,3 miliar menjadi US$ 3,3 miliar.