Pemerintah mengantisipasi dampak perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Jika tidak diwaspadai, aksi saling balas kenaikan tarif antara kedua negara bukannya membuat Indonesia berpeluang mengisi pasar ekspor, malah menambah impor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution pun menyiapkan empat langkah. "Yang penting, fokus saja pada urusan kita," ujar Darmin usai acara Halal Bi Halal di kantornya, Jakarta, Kamis (21/6).
Yang pertama dilakukan, pemerintah harus memastikan defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) tidak melebar. Pada Kuartal I-2018, defisit transaksi berjalan sebesar US$ 5,5 miliar atau 2,1% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara sepanjang tahun, Bank Indonesia (BI) memproyeksikan defisitnya di kisaran 2%-2,1% atau naik dibanding realisiasi 2017 yang sebesar 1,7% dari PDB.
(Baca juga: Pengusaha Minta Pemerintah Waspadai Ketidakpastian Global)
Sementara, perang dagang berpotensi meningkatkan impor Indonesia, sebab baik AS maupun Tiongkok akan berupaya mencari pasar alternatif untuk mengekspor komoditasnya saat 'lawan' menaikkan tarif. Bila itu tidak diantisipasi, neraca perdagangan bisa mengalami defisit yang berdampak pada melebarnya defisit transaksi berjalan.
Sebagai penyeimbang neraca, pemerintah akan berupaya menggenjot ekspor ke India. Saat ini, pemerintah tengah berdiskusi dengan India untuk mempermudah pengiriman barang, termasuk menurunkan tarif bea masuk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). "Selain itu, kami harus susun kebijakan baik di industri atau Sumber Daya Alam (SDA) untuk memperbaiki ekspor," ujar Darmin.
Langkah kedua, pemerintah juga akan berdiskusi dengan pemerintah AS ataupun Tiongkok, terutama jika terjadi dumping. "Dari situ, kami akan ada dialog baru. Nanti kami bicara apa yang perlu dilakukan," kata dia.
(Baca juga: Pemerintah Antisipasi Lonjakan Impor Dampak Perang Dagang Tiongkok-AS)
Ketiga, pemerintah mengantisipasi imbas kenaikan suku bunga acuan di AS terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Darmin mengapresiasi langkah BI yang responsif, dengan menaikkan suku bunga acuan (BI 7Days Repo Rate) lebih dulu.
Hanya, ia juga meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar membuat kebijakan agar perbankan lebih efisien dalam mengelola keuangannya. "Maka kenaikan suku bunga itu tidak perlu otomatis mendorong naiknya tingkat bunga kredit (perbankan)," ujar Darmin.
Keempat, pemerintah memastikan pelatihan dan pendidikan vokasi diimplementasikan sesegera mungkin. Sebab, untuk meningkatkan ekspor perlu ada perbaikan alur produksi secara komprehensif. Hal yang sudah dilakukan adalah dengan memperbaiki infrastruktur, setelahnya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
(Baca juga: Trump Ancam Beri Tambahan Tarif untuk Produk Tiongkok US$ 200 Miliar)
Adapun perang dagang ini dimulai ketika Presiden AS Donald Trump menyatakan akan mengenakan tambahan tarif impor 10% untuk produk dari Tiongkok senilai US$ 200 miliar. Karena pernyataan itu, pemerintah Tiongkok juga berencana menerapkan hal serupa dalam waktu dekat terhadap barang-barang asal Negeri Paman Sam.