Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit atas kebijakan impor beras yang ditetapkan pemerintah. Pemeriksaan rencananya akan menyasar Kementerian Perdagangan terkait dengan mekanisme impor dan Kementerian Pertanian mengenai persoalan akurasi data produksi pertanian.
Anggota IV BPK Rizal Djalil mengatakan, pihaknya telah mengantongi empat temuan dalam kebijakan impor yang bersumber dari persoalan akurasi data. Temuan tersebut antara lain mencakup persoalan data konsumsi beras nasional yang dinilai tidak akurat, sistem pelaporan produktivitas padi tidak akuntabel, data luas lahan tidak akurat, serta belum ditetapkannya angka cadangan pangan ideal pemerintah.
Atas dasar itulah, BPK rencananya akan mulai mengaudit data impor beras khususnya untuk periode 2015 hingga 2018.
“Kami akan mengadakan audit untuk impor beras, terutama dalam penggunaan datanya,” kata Rizal di Jakarta, Senin (21/5).
(Baca : Impor Beras Ditambah Lagi, Petani Pertanyakan Data Produksi Kementan)
Audit impor beras BPK nantinya akan banyak menyoroti sejumlah hal dalam mekanisme impor, seperti proses bisnis, rantai pasokan, database lelang impor, sistem informasi pangan dari sumber pemasok, serta harga beras luar negeri.
Sementara untuk Kementerian Pertanian, audit BPK nantinya juga akan lebih banyak menyoroti masalah kebijakan pertanian serta data hasil produksi.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga pemerintah non Kementerian pun diharap bisa menyajikan data yang lebih akurat melalui metode Kerangka Sampel Area (KSA) yang rencananya baru akan dirilis Agustus mendatang. Pasalnya kebutuhan penggunaan data produksi pertanian dinilai BPK sudah sangat mendesak.
Masalah akurasi data pangan serta kebijakan impor pangan pun telah dilaporkan BPK kepada Presiden[p'[ Joko Widodo.“ Dengan begitu harapannya, implementasi kebijakan pangan yang tepat ke depan bisa diimplementasikan oleh para menteri,” ujar Rizal.
Karut marut masalah pangan yang berujung pada kebijakan impor dinilai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo terletak pada persoalan perbedaan data. Sehingga, DPR mendorong diberlakukannya penyesuaian data melalui satu sumber agar pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat.
(Baca : Kementan Sesalkan Keputusan Impor Beras Tambahan)
Bambang pun meminta Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, serta Bulog bisa mengendalikan ketersediaan pasokan pangan dan menjaga stabilitas harga. “Ini ujian untuk pemerintah agar bisa meningkatkan koordinasi dan bekerja lebih baik,” kata Bambang.
Dia juga mendukung kebijakan impor jika itu dilakukan untuk menjaga stabilitas harga. Meski demikian, peemrintah juga mesti menggenjot produksi pangan, guna mengurangi ketergantungan terhadap komoditas impor.
Menanggapi masalah produksi pangan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan pihaknya terus berfokus mendorong peningkatan produksi. Hal tersebut juga didukung oleh alokasi pagu Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Kementerian Pertanian yang selalu berada di atas Rp 15 triliun sejak 2015 sampai 2018.
Amran menjelaskan bahwa dana anggaran itu saat ini sebagian besar telah difokuskan untuk kesejahteraan petani. Dia menuturkan, jika pada 2014 jumlah anggaran petani hanya dialokasikan 35%, maka pada 2018 jumlahnya ditinggkatkan menjadi sebesar 85%.
Dengan ditingkatkannya alokasi anggaran petani, diharapkan nasib petani bisa menjadi lebih sejahtera dan produksi pun akan semakin melimpah.
“Kami selalu memikirkan kesejahteraan petani,” katanya.