Perundingan Perdagangan Bebas Eropa Terhambat Akses Pasar

ANTARA FOTO/Maulana Surya
Peserta beasiswa industri tekstil mengikuti praktek pelatihan di Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Senin (12/3/2018).
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
2/5/2018, 18.29 WIB

Perundingan dagang Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) putaran ke-15 antara Indonesia dan European Free Trade Association (EFTA) terhambat permasalahan akses pasar.  Perundingan tersebut membahas sejumlah isu terkait perdagangan barang, jasa, dan investasi.

Perundingan yang dilakukan pada 23 hingga 27 April 2018 di Banten. Delegasi  Indonesia dipimpin Soemadi DM Brotodiningrata, sementara dari pihak EFTA diwakili oleh Markus Schlagenhof. 

"Terdapat masalah yang tertunda dalam hal akses pasar, namun kedua delegasi sepakat akan menyelesaikannya di tingkat Ketua Tim Perunding dan optimistis target penyelesaian di paruh kedua 2018 dapat dicapai,” kata Soemadi dalam keterangan resmi dari Banten, Senin (30/4).

Perundingan CEPA dengan EFTA  diharapkan bisa membawa manfaat ekonomi, antara lain terbukanya  akses pasar yang lebih luas, peningkatan ekspor barang dan jasa, serta investasi. Berbagai program kerja sama juga diharapkan bisa didapatkan dari negara-negara anggota EFTA khususnya untuk peningkatan daya saing Indonesia di Eropa dan juga pasar global. Selain akses pasar, perjanjian dagang bisa menjadi pintu masuk produk ekspor Indonesia ke pasar Uni-Eropa.

(Baca : Perundingan Perdagangan Bebas Eropa Ditargetkan Rampung Tahun Ini)

“Dalam perundingan juga dibahas program kemitraan yang dapat dikerjasamakan antara kedua negara,” ujar Soemadi.

Sementara itu, Direktur Perundingan Bilateral Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional yang juga menjabat Wakil Ketua Perundingan IE-CEPA untuk Indonesia Made Marthini menyebut  pentingnya penyelesaian CEPA dengan EFTA untuk peningkatan daya saing Indonesia di pasar Eropa. Pasalnya, pesaing Indonesia sudah  lebih agresif dalam membentuk perjanjian perdagangan.

Saat ini, Vietnam dan Malaysia tengah menyelesaikan proses perundingan dengan EFTA. Sementara Filipina dan Singapura sudah menandatangani kesepaktan perjanjian perdagangan dengan EFTA terlebih dahulu.

EFTA merupakan asosiasi perdagangan bebas yang beranggotakan empat negara, yaitu Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia. Perundingan IECEPA pertama kali diadakan pada 7 Juli 2010. Setelah berlangsung selama sembilan putaran, perundingan sempat dihentikan sementara pada 2014 karena terjadi proses pergantian pemerintahan di Indonesia. Pada 2016, Indonesia dan EFTA sepakat melanjutkan perundingan dan menargetkan penyelesaian perundingan pada 2018.

(Baca : Perundingan Dagang Indonesia-Australia Ditargetkan Rampung Agustus)

Menurut data Kemendag, EFTA merupakan  tujuan ekspor Indonesia urutan ke-23 dengan nilai sebesar US$ 1,31 miliar pada tahun 2017. Produk ekspor utama Indonesia ke EFTA antara lain perhiasan, perangkat optik, emas, perangkat telepon, dan minyak esensial.

Sementara itu, EFTA merupakan negara asal impor Indonesia ke-25 dengan nilai sebesar US$ 1,09 miliar. Produk impor Indonesia yang berasal dari negara EFTA antara lain emas, turbo-jet, obat-obatan, pupuk, dan campuran bahan baku industri.

Total perdagangan Indonesia-EFTA mencapai US$ 2,4 miliar dengan surplus bagi Indonesia sebesar US$ 212 juta. Sementara itu, nilai investasi negara anggota EFTA di Indonesia mencapai US$ 621 juta.